Santri Tidur
Oleh: Moh Tamimi*
Bicalah masalah santri tidur bukan lagi masalah langka. Siang tidur, malam begadang ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok sudah cukup untuk menguatkan mata dan pikiran terus melek.
Tidur, kalau bicara masalah tidur, ada banyak keajaiban saat tidur, apalagi tidurnya santri. Saat tidur, petunjuk saat istikharah hadir. Saat tidur, teman lama kadang hadir kembali. Saat tidur, ilmu datang tiba-tiba seperti belajar seratus tahun. Saat tidur pula, kita bisa menatap wajah Kanjeng Nabi. Akan tetapi, semuanya itu hanya khusus orang-orang tertentu.
Banyak pula misteri yang belum terungkap saat kita tidur. Kapan kita bisa merasakan nikmatnya tidur? Pertanyaan itu tidak pernah kelar-kelar dari dulu. Sabda dalam "Tapak Sabda" telah menanyakan hal itu, seorang santri yang suka filsafat. Kalau saat bangun, kita menikmati bangun tidur. Kalau sebelum tidur, ketika merasakan kantuk yang terus memaksa.
Tidur, selain banyak misteri indahnya, juga banyak dampak negatifnya. Badan yang kurang olahraga, selalu tidur, akan menghambat peredaran darah. Jika peredaran darah kurang lancar, maka akan menjadi penyakit terhadap tumbuh-kembang tubuh. Tidur yang sehat, menurut ilmu kedokteran, adalah 6-8 jam/hari.
Tidur raga yang berlebihan memanglah tidak baik. Akan tetapi, tidur jiwa, mata hati, dan pikiran jauh lebih tidak baik. Kalau saya boleh mengatak secara tidak baku adalah "sangat jauh tidak baik sekali dan sangat merugikan" karena kita akan diserang habis-habisan. Apalagi sebagai status santri, bukan hanya fisik yang diserang, melainkan ideologi dan pemahaman kita terhadap Islam, lebih-lebih dalam perilaku sehari-hari.
Betapa banyak para santri saat ini yang tidak menunjukkan perilaku seorang santri. Banyak ditemui para santri tidak lagi bisa baca kitab kuning, melakukan perilaku asusila/amoral dan a a a lainnya. Saya hanya melihat sekilas mata para santri di sekitar saya, tidak kalau para santri di luar sana.
Coba rekan-rekan lihat santri sekitar, kalau masih di pondok masyaallah alimnya, tetapi coba lihat jika sudah keluar pondok, macem-macem sudah: ada yang tetap alim bin keren dan ada yang berubah 50 persen.
Kalau ada orang-orang sebelah menyerang kita lewat pikiran, apa yang akan kita gunakan untuk melawan? Kalau secara fisik kita masuk punya tangan dan kaki untuk memukul. Kalau pemikiran?
Ada sebuah gerakan yang mengatas namakan diri "Partai Pembebasan" (alihkan ke Bahasa Arab!) yang semakin gencar memasuki masjid-masjid kosong untuk berdakwah, katanya. Mereka selalu mengatakan "kita harus meneladani Rasulullah dengan cara kembali ke Al-Qur'an dan Hadis", karena sudah menganggap Al-Qur'an dan Hadis sumber segalanya, maka mereka tidak mau lagi bermadzhab. Banyak hadis yang digunakan Imam Madzhab tidak ada di Shahih Bukhari-Muslim, katanya. Kalau kita biarkan orang-orang pintar yang tiada duanya ini, maka mereka akan semakin menjadi-jadi. Padahal, mereka mungkin kurang mikir atau masih belum tahu. Di tinjau dari masanya lebih dahulu imam Madzhab dari pada para Perawi Hadis, Bukhari Muslim. Abad-4 dan abad Ke-7, bandingkan saja!
Jangan melulu menyalahkan kubu sebelah karena masjid kita dibiarkan kosong, kemana para santri yang seharusnya ada di dalamnya? Masih tidurkah? Kalau masih tidur, ayo bangun! San, jangan lagi kau tidur terlalu lama, bangunkan jiwamu, bangun pikiranmu. Jangan kau sibuk dengan mengurusi moral yang kelihatan "gaya" dari barat atau timur itu. Bangun san, bangun!
Kembalilah dan kaji kitab kuningmu. Cukuplah Ilmu Ladunni diperoleh oleh Abu Hurairah dan 'Ulama' lainnya. Saya tahu, ada beberapa orang yang mendapatkan ilmu saat tidur. Namun, menunggu tanpa ikhtiar kurang patut.
*Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura. Prodi PBA.
Komentar
Posting Komentar