Mahar Ar-Rahman

Oleh: Moh.Tamimi*


 Aku bukan termasuk siswa yang berprestasi di kelas. Namun, bukan pula orang terbodoh dalam kelas. Sekelasku ada seorang siswi yang cantik, menurutku. Dia memakai kacamata minus, sama sepertiku. Dia termasuk siswi berprestasi di sekolah. Dia sering rangking satu dan pernah juga menjadi siswi tauladan. Banyak teman-temanku yang suka padanya, termasuk aku. Selain cantik dan pintar dia juga shalehah. Suatu ketika, aku dan kedua temanku sepakat untuk bersaing mendapatkan hatinya. Di antara kami, yang paling jago masalah cewek adalah Robi. Memang, selain orangnya ganteng, penampilannya juga cool. Satunya lagi, Rozin, Dia juga ganteng. Biasanya, kalau bukan cewek yang menjadi buah bibir, dia tidak mau mendekatinya. Dia memilih cewek yang benar-benar cantik dan oke. Sedangkan aku, masalah ganteng ya lumayan juga. Akan tetapi aku kurus, tinggi, dan lurus. Waktu itu, kedua temanku mungkin sudah merencanakan strategi untuk menggaet si dia. Namanya Rika, lengkapnya Lailatul Mubarokah.
Sebenarnya, ada rasa tidak rela dalam hatiku jika Rika jatuh hati kepada Robi atau Rozin. Di antara kita yang paling tidak jago masalah cewek adalah aku, aku biasanya suka keringetan ketika dekat dengan cewek, dan pastinya sedikit grogi. Di sekolah aku memang selalu dijahili oleh teman-teman cewekku. Ketika aku sendiri, para teman-teman cewekku berkompromi untuk duduk di sampingku. Aku tahu mereka berkompromi karena Rika memberitahukan kepadaku di lain waktu sesudah kejadian itu. Dia mengatakan kepadaku lewat sms.
"Sebenarnya saya kasihan kepadamu"
"Kenapa?" balasku dalam sms.
"Sebenarnya teman-teman tadi itu memang sengaja duduk di dekatmu. Katanya,  mereka ingin melihat reaksimu ketika didekati kita-kita," balasnya.
Hemm, memang susah ya jadi aku, gemetar dan keringetan ketika dekat dengan cewek.
***
Kita tinggalkan masalahku dan teman-teman cewekku yang usil. Kita beralih kepada Robi. Selang beberapa hari setalah kesepakatan kami, saat berkompromi mendapatkan hati Rika, Aku datang menemui Robi
"Bagaimana Bi, Rika, sudah ada perkembangan denganmu?" Tanyaku ketika aku menemuinya di sebalah barat sekolah.
"Sudah Mi, tapi dia bersyarat," ucapnya datar.
"Haah, bersyarat! maksudmu?" tanyaku sedikit heran.
Iya. Katanya, bagi siapapun yang mau bersanding dengannya, maka, harus menghafal surat ar-Rahman dan katanya lagi, itu sekalian sebagai mahar untuknya nanti," jawab Robi dengan muka serius.
"Waaah agak sulit nih. Bagaimana denganmu Zin?" Aku memalingkan muka untuk bertanya kepada Rozin. Kebetulan dari tadi Rozin bersama Robi. Akan tetapi, saat aku tanya dia hanya menggelengkan kepala sambil berkata,
"Aku belum melakukan apapun."
Percakapan kami terus berlangsung seadanya, sampai jam istirahat usai.
Sepulang sekolah, aku langsung menyambar hp-ku dan mengirim sms kepada Rika.
"Rik, katanya kamu bersyarat ar-Rahman ya?" Aku langsung ke inti pembahasan karena aku yakin Rika sudah mengerti terhadap maksudku. Beberapa saat kemudian ada sms balasan dari Rika.
"iya kenapa?"
"ohh, aku daftar juga ya Rik, masih ada formolirnya kan?" Balasku lagi dengan menggunakan majas.
"oh ya, tentu saja," balasnya.
"Kalau boleh tahu kenapa harus Ar-Rahman sih Rik, pastinya ada alasannya doong?" Tanyaku dengan sedikit penasaran.
"Karena ar-Rahman itu artinya pengasih. Aku juga ingin dikasihi sebaik-baiknya oleh orang yang mau kepadaku dan dalam surat ar-Rahman juga dijelaskan tentang bertemunya dua laut yang berbeda. Demikian juga denganku, aku ingin bertemu dengan orang yang mencintaiku dalam ikatan suci, layaknya dua air laut yang bertemu, tidak dapat dipisah satu sama lainnya karena sudah membaur, menyatu, dan masih banyak lagi alasannya yang tidak mungkin saya ungkap semua dalam via sms Tomi," balasnya panjang lebar.
"oooh, ok dech. Saya akan berusaha. Sisakan formulirnya untukku yaa hehe (: shalat dzuhur dulu yuukk!" Ajakku sekaligus untuk menutup sms.
"ok."
Menjelang maghrib saya pergi ke langgar, yang merupakan akifitas rutinku saat maghrib hampir tiba karena rumahku ke langgar sekitar 1,2 km, maka aku harus berangkat lebih awal karena harus jalan kaki.
Setelah aku selesai ngasok kepada kiai, aku membuka al-Quran surat ar-Rahman untuk dihafal. Baris perbaris aku hafal dengan cara dibaca berulang-ulang sampai sangat lancar. Baru kemudian, sesekali aku tutup al-Quran dan mengingatnya. Setelah aku hafal beberapa ayat, aku menyuruh temanku, Ilung, untuk meneteni hafalanku, tahap pertama saya menghafal lima ayat. Setelah hafal lima ayat, aku tambah lagi lima ayat. Seperti itu seterusnya yang aku lakukan setiap maghrib, tepatnya selah aku selesai ngasok ke kiai dan berlangsung selama tiga malam. Tidak tahu kekuatan dari mana yang membuatku segiat ini. Padahal, sebelumnya saya kurang begitu akrap dengan dunia percintaan. Waktu itu, aku sangat giat menghafal. Sehingga, aku hafal dalam waktu yang relatif singkat menurutku. Malam-malam berikutnya, aku hanya mengasah hafalanku, takut hilang karena sepengetahuanku kalau menghafal al-Quran akan cepat hilang jika tidak selalu diasah.
 Setelah aku rasa hafalanku sudah mumpuni, berkat tekad dan sedikit nekad aku mengutarakan kehafalanku langsung kepada Rika dalam kelas ketika teman-teman sudah sedikit. Di sampingku ada Robi dan Rozin.
"Rik, aku telah hafal ar-Rahman Rik!" Ungkapku pada Rika dengan sedikit gugup. Rozin yang berada di sapingku sedikit menganga dan tercengang.
"Haaah, kamu beneran Mi, sudah hafal?" Tanya-nya spontan dengan masih ternganga.
"Iya Mi kamu beneran sudah hafal?" Tambah Robi kemudian.
 "Iya dong," Jawabku dengan sedikit tersenyum dan sedikit mengangkat dada karena terlalu berbangga diri.
"Bagaimana Rik?" Tanyaku lagi kepada Rika.
"Beneran! O ya bagus itu," jawabnya. Nampaknya reaksinya biasa saja. Hatiku berkata "kok cuman begitu sih jawabanmu Rik?" Pembicaraan kami seketika terputus seiring masuknya guruku dalam kelas.
Keesokan harinya, saat istirahat, dalam kelas kebetulan hanya ada aku dan Rika. Aku bertanya kembali kepadanya mengenai pembicaraan kami kemaren yang sempat terputus.
"Rik, bagaimana Rik, aku sudah hafal surat ar-Rahman nih dan bisa dites jika kau mau." Ketika itu Rika sedang mengambil sesuatu dalam tas-nya. Spontan, dia memalingkan mukanya kepadaku dan berkata
 "Bagus itu Mi, teruskan hafalkan jangan sampai dilupakan. Kalau tidak dihafalkan lagi lalu lupa dosa loooh," jawabnya dengan mengumbar senyum manisnya kepadaku, dan lesung pipinya semakin tampak. Sehingga menambah aura kecantikannya. Aku sedikit tersentak mendengar jawabannya.Kalau bicara masalah dosa saya memang benar-benar takut. Beberapa saat kemudian dia berkata lagi.
"Sudahlah Mi, tenang saja. Kalau kita memang jodoh, suatu saat kita pasti bersatu kok. Seperti firman Allah dalam surat An-Nur ayat dua puluh enam." Sejak saat itu, aku berpikir, sebenarnya Rika menyuruh kita kaum adam menghafal ar-Rahman karena memang seperti apa yang dia ucapkan dulu atau karena dia ingin mengajak kita menghafal al-Quran agar menambah kecintaan kita terhadap al-Quran dengan cara memanfaatkan orang yang tegila-gila kepadanya atau ada maksud lain? Wallahu alam.




Data Penulis
Moh. Tamimi lahir di Sumenep, 24 September 1995. Saat ini menempuh pendidikan di INSTIK Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura, Prodi Pendidikan Bahasa Arab. Tulisannya pernah dimuat di media massa: Koran Madura, Jogjakarta News, NU-Online, Kabar Madura, Wasathon.com dan pernah pula menjuarai lomba karya tulis lokal maupun nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Tarekat Qadiriyah

Pendidikan Sosial