Persoalan Radikalisme pada Generasi Muda dalam Dunia Pendidikan


Oleh: Moh. Tamimi*

Pada tahun sekitar 70-an pendidikan Indonesia (bisa dikatakan) mencapai puncaknya. Terbukti, banyak pelajar mancanegara belajar kepada bangsa Indonesia dan terbukti pula pada waktu itu itu yang menjadi sorotan dunia Internasional. Seperti Moh. Al-Alattas yang dijuluki macan Asia karena kevokalannya berdiplomasi di ranah Internasional terutama saat dalam forum PBB. Namun ironisnya, pendidikan Indonesia saat ini terkesan acak-acakan atau memang benar acak-acakan. Bagaimana mungkin saya tidak mau bilang begitu, jika dilihat secara kasat mata, pelajar yang berprestasi dengan belajar yang tidak berprestasi lebih banyak pelajar yang 'tidak berprestasi' walaupun disisi lain prestasi pelajar Indonesia sungguh membanggakan karena mampu memenangkan event-event Internasional dalam bidang tertentu.

Sungguh lebih mengerikan lagi, jika kita melihat dan mendengar pelajar antar sekolah di Indonesia banyak yang tawuran sebagaimana kasus-kasus yang tidak perlu saya sebutkan lagi dimana dan kapan. Bukan hanya tauran antar pelajar, banyak generasi muda kita, kita lihat di layar televisi yang mengkonsumsi narkoba. Barang haram tersebut banyak menjangkit generasi muda kita hari ini yang pada notabenenya makin hari makin meningkat. Semakin banyak tertangkapnya penyelundup narkoba ternyata banyak pula yang berhasil lolos dari tinjauan petugas terkait. Ditambah lagi laporan BNN pada tahun ini yang menyatakan semakin meningkatnya pecandu narkoba. Belum lagi permasalahan pelajar yang terpengaruh arus modernisasi yang buruk sehingga menjadikan pelajar berpola pikir pragmatis, berpikir instan tanpa mementingkan proses yang baik, mereka lebih silau kepada hasil dari pada proses. Padahal, proses yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula. Seandainya mereka mencintai proses belajar dengan baik sebagaimana mereka mencintai kesukaan mereka semisal pasangan mereka, tentu pendidikan Indonesia tidak semiris seperti sekarang ini. Sungguh begitu banyak permasalahan pelajar kita masa kini sebagai generasi muda bangsa Indonesia kedepannya.

Menurut hemat saya, pasti ada suatu kesalahan dalam pendidikan Indonesia entah itu sistemnya atau penerapannya di sekolah-sekolah atau memang ada pihak yang sengaja ingin mengacaubalaukan pendidikan di Indonesia demi kepentingan atau kelompok tertentu. Mengingat apa yang di tulis oleh Dr. Khorsyid Ahmad MA. LLB. (1993) dalam bukunya "Fanaticism, Intolerance and Islam" yang mengatakan bahwa imperialisme barat memberikan doktrin-doktrin tertentu kepada generasi muda lewat pendidikan kepada musuh-musuhnya agar generasi muda musuhnya pada nantinya memberontak peradaban leluhurnya sendiri. Bisa saja pihak ketiga ini menginginkan demikian. Indonesia hancur tanpa harus mengotori tangannya sendiri. Sehingga dengan mudah pihak ketiga ini mengambil keuntungan atas hancurnya peradaban Indonesia entah itu kekayaan alam Indonesia atau kepentingan lain. Semua itu bisa saja terjadi, melihat kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah. Jika demikian, maka biasanya ada hubungannya dengan gerakan-gerakan radikal, baik yang berada di Indonesia maupun di luar Indonesia sebagai kaki tangan orang ketiga atau memang kehendak mereka sendiri. Mengingat begitu banyaknya gerakan radikal yang berkembang pesat di Indonesia yang menginginkan perubahan-perubahan di Indonesia yang menurut hemat saya 'salah jalan' karena biasanya gerakan radikal ingin merubah ideologi bangsa Indonesia yang telah ditata rapi oleh Founding Father Indonesia, tak lain adalah pancasila, dan salah satu caranya lewat pendidikan sebagaimana telah saya sebutkan sedikit gambarannya oleh saya di atas.

Pendidikan yang basisnya adalah para generasi muda Indonesia, pemegang estafet Bangsa, pewaris paradaban dan risalah Bangsa Indonesia kedepannya dengan menyusupkan pemikiran-pemikiran mereka sedikit demi sedikat kedalam kurikulum pembelajaran di Indonesia, dan hal ini telah terbukti setelah ditemukannya pemikiran-pemikiran radikal dalam kurikulum terbaru, K 13. Mengenai kurikulum, menurut sebatas pengetahuan saya, di Indonesia tidak ada standart secara spesifik kecuali dalam UUD '45 "mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia" dan standart kurikulum masing-masing. Hal ini terbukti dengan seringnya perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia. Biasanya perubahan kurikulum terhitung dari sebelum KTSP 2012; berubah berselang 7-10 tahun. Setelah KBK 2006, kurikulum pendidikan di Indonesia semakin tidak jelas arahnya. Pada tahun 2012 Menteri pendidikan menerapkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) setelah berjalan tidak sampai satu tahun KTSP mau diganti ke Kurikulum 2013.

Demi generasi muda Indonesia sebagai pemegang estafet masa depan Indonesia. Seharusnya ada kurikulum yang menjadi standart umum pendidikan. Tidak memihak dan cenderung pada kelompok-kelompok tertentu. Kurikulum yang saya maksud disini bukanlah kurikulum sekedar menjadi proyek kementrian pendidikan semata, yang ganti kurikulum ketika ganti menteri. Kurikulum ini memang benar-benar kurikulum sebagai penunjang bagi peserta didik untuk tetap bisa cinta tanah air bersifat patriotisme dan nasionalis. Cinta tanah  air yang saya maksud, bukan sekedar mencium tanah  kelahiran. Tapi bagaimana generasi muda Indonesia benar-benar cinta tanah air dan memperjunagkan tanah air Indonesia dengan segenap tenaga dan upaya supaya lebih baik, kalau sifat cinta tanah air, patriotis dan nasionalis tertanam teguh dalam generasi muda, maka kemungkinan besar persoalana-persoalan  radikalis sangat sulit mempengaruhi generasi muda Indonesia atau bahkan  tidak akan pernah mampu mempengaruhi generasi muda Indonesia, kalangana-kalangan radikal butuh berpikir berkali-kali untuk menerobos pertahanan pendidikan Indonesia dari saking kuatnya karakter pendidikan Indonesia.

Menurut subjektifitas saya, kurikulum yang pas bagi bangsa indonesia adalah kurikulum pancasila. Dari segi namanya saja kita tidak usah berpikir panjang dan jelimet menebak isi kurikulum tersebut, pastinya kurikulum yang saya maksud disini adalah kurikulum yang berbasis pancasila. Mengingat terbentuknya Pancasila bukan semudah membalikkan telapak tangan, tetapi membutuhkan darah dan perjuangan panjang. Proses panjang Founding Father Indonesia dalam pencarian ideologi bangsa Indonesia yang menghasilkan Pancasila, dimana Pancasila dari sila satu dan  sila lainnya saling berhubungan erat. Sila Ketuhanan yang Maha Esa menjadi pondasi dari semua sila, dengan logika sebagai berikut: sila pertama menjadi dasar sila ke-dua, sila ke-dua menjadi dasar sila ke-tiga, sila ke-tiga menjadi dasar sila ke-empat dan sila ke-empat menjadi dasar sila ke-lima. Kemanusiaan yang adil dan beradab mustahil terjadi jika tidak berasaskan ketuhanan. Sedangan menurut Goenawan Muhammad (2011) kemanusiaan yang adil dan beradab menampik kezhaliman terhadap siapa saja dan oleh siapa saja, juga oleh kaum sendiri. Dalam hal ini paham radikal juga termasuk.

Mengakhiri tulisan saya, maka perlu kiranya saya mengutip perkataan Goenawan Muhammad kritik adalah usaha bersama untuk mendekatkan diri kepada kebenaran, pembenaran. Jadi, apa yang saya sampaikan sebatas pengetahuan saya, jika terdapat kritik dan dan saran dipersilahkan dengan menunjukkan kesalahan saya dan tidak menampik keberanaran didalamnya jika ada. Wallahu aalam.

*Penulis adalah Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep, Madura.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Tarekat Qadiriyah

Pendidikan Sosial