Tragedi Carok
Oleh: Moh. Tamimi
Sakera mengangkat celurit ke langit biru, ingin memecahkan pembuluh darah belanda sang pengganggu. Harga diri bangsa, harga diri negara, dan harga diri keluarga, dilindungi sampai titik darah penghabisan. Bhangu' pote tolang katembhang pote mata, prinsipnya dan prinsip orang-orang madura.Carok sebagai pembelaan, dipelintir menjadi kekerasan. Carok sebagai keperkasaan, ditelikung menjadi kecongkakan. Kawan, tak pernahkah engkau melihat celurit bersimbah darah menjunjung langit? Tak pernahkah engkau tanya kenapa ia berani menyimbahi kilaunya? Tak pernahkah kau tanya kawan?
Sang pecarok berjanji di suatu tempat, menununtaskan sebuah dendam di ujung celurit karena sebuah martabat. Takkan takut mati demi segala yang berarti. Ronde selanjutnya, lihatlah matanya! Kanan atau kiri yang terbuka. Kalau kanan, tak ada rondo selanjutnya, dendam sudah selesai. Kalau kiri, masih ada dendam yang tersisa. Bersiaplah untuk ronde selanjutnya.
Sekarang, lihatlah kawan! Sang pembela tersebut dikatakan pembantai bangsa sendiri, pelopor kekerasan di Madura. Padahal, dialah pembela. Pahlawan yang tak ditulis sejarahnya sebagai pahlawan tanah leluhur.
Sumenep, 11 November 2015 05:34
Komentar
Posting Komentar