Literasi; dari al-Quran sampai Koran Kubaca
Oleh Moh. Tamimi
Menjadi seorang penulis tidak semudah membalikkan telapak tangan, tidak cukup hanya berangan-angan, sebab menulis itu butuh kemauan dan tekad yang kuat. Tanpa adanya kemauan kuat untuk menekuni menulis, maka tak mungkin predikit menulis itu sandang. Sehingga tak salah jika ada yang mengatakan bahwa menulis itu bukan bakat, tapi tekad.
Namun demikian, tekad saja tidak cukup untuk menjadi seorang penulis, perlu adanya usaha-usaha cerdas, usaha tersebut tidak lain membaca, lalu menulis, menulis dan begitulah seturusnya. Membaca dan menulis adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Ditambah lagi, membaca memberikan pelajaran sebelum bertindak bukan memberikan pelajaran setelah bertindak. Sedangkan menulis, memberikan pengajaran bertindak. Membaca, tidak boleh lepas dari kehidupan. Sebab tak mungkin ada peradaba literasi jika kita tidak membaca.
Sebab akal dan hati, sama-sama membutuhkan nutrisi cukup, dalam hal ini adalah membaca. Untuk mensuplai hati dalam membaca adalah membaca al-Quran. Sedangkan, untuk mensuplai nutrisi akal adalah membaca buku-buku, baik ilmiah maupun fiksi, koran, majalah dan lainnya. Sebagaimana halnya, yang dilakukan oleh peserta karantina akbar yang berlangsung selama tujuh hari karena keseimbangan antara alam rohani dan jasmani dibutuhkan.
Membumikan literasi, tidak serta merta “kun”, atau bisa disebut spontan jadi. Tetapi, membutuhkan tahapan sedikit demi sedikit. Begitu halnya, ketika kita ingin menanamkan dunia literasi. Berikut inilah beberapa tips menurut hemat penulis berdasarkan pengalama ikut karantina menulis.
Pertama, bacalah sekadarnya, kader kita masing-masing dalam membaca. Seandainya satu halaman ya satu halaman. Syukur kalau bisa lebih. Kedua, istiqomah dalam membaca walaupun sedikit. Ketiga, tulislah, tulis apa yang kalian rasakan maupun pikirkan, lakukan, dan apa yang ingin kalian lakukan maupun apa yag telah dilakukan. Pokoknya tulis apa saja.
Usahakan, dalam membaca jangan begitu menghiraukan kata-kata populer yang tidak dimengerti karena hal demikian hanya menghambat selesainya bacaan kita dan pemahaman kita terhadap tulisan/bacaan. Kecuali, ketika salah dalam membaca Al-Qur’an. Yang ini harus diulang. Demikian pula ketika kita menulis, usahakan jangan sampai menulis sambil mengedit. Gunakan waktu tersendiri ketika menulis dan mengedit agar menuntaskan gagasan yang akan kita sampaikan.
Para laskar literasi tentu telah merasakan dan mengalami sama-sama. Tulisan ini hanya sekadar mengingatkan apa yang telah kita dapatkan di karantina menulis akbar. Apa yang saya tuangkan di atas sebenarnya berdasarkan pengalaman saya menulis dan beberapa tokoh yang telah hadir memberikan motivasi bagi kita.
Tidak ada gading yang tidak retak. Akhirnya, semua kembali kepada i’tikad kita masing-masing. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa rohani dan jasmani haruslah seimbang. Al-Qur’an dan koran sama-sama perlu dibaca untuk kemudian diaplikasikan.
Komentar
Posting Komentar