Menertawakan Luka
![]() |
Foto: kopi tak selalu hitam/arsip penulis |
Aku biasa menertawakan luka yang kudera. Apa jadinya bila kesedihan harus diperparah dengan kemurungan. Bukan hanya aku, beberapa teman-temanku juga begitu. Kami terbiasa menertawakan itu semua layaknya melihat adegan lucu dalam sebuah panggung komedi.
Sayangnya, alam pikiran setiap kepala tidak selalu sama, semisal apa yang aku anggap solusi justru menjadi masalah bagi orang lain. Menertawakan luka orang lain salah satunya, alih-alih itu dianggap sebagai usaha menghibur, aku akan dianggap tidak peka terhadap kondisi dan perasaan orang lain, tega-teganya "melecehkan" masalah orang dengan menertawakannya.
Apa kamu sudah bisa mengambil pelajaran dari dua paragraf di atas? Kalau belum, mari kita lanjut pada ulasan yang lebih to the poin.
Bung, kita perlu menjadi diri sendiri, tanpa topeng kepura-puraan, sehingga kita tidak perlu gonta-ganti topeng setiap bertemu orang baru. Ada kemungkinan orang suka kamu hanya saat kamu memakai topeng itu, bila suatu ketika terlepas, kamu akan ditinggalkannya karena mereka merasa tidak kenal dengan dirimu yang autentik, bukan kita yang dulu saat baru bertemu, padahal kita yang sekarang ada yang autentik.
Tertawa seperti apa yang bisa menutupi/meringankan luka? Tentu bukan tertawaan yang senang karena melihat penderitaan orang lain, tetapi tertawa yang menciptakan aura positif di lingkungan orang-orang yang terluka.
Aku sendiri merasa jengkel saat sedang bersedih orang-orang "mengerumuni" aku dengan pura-pura bersimpati sambil mengatakan, "Keluarkan saja air matamu, tak kenapa kamu bersedih" atau "Ayo ceritakan kesedihanmu padaku" atau yang lebih sok-sok-an "Ayo cerita semua padaku, mungkin bisa dicari solusinya" dan semacamnya itu. Ingin rasanya aku tabok mulut mereka itu. Apalagi saat orang-orang itu sok jadi analis, makin membaralah aku. Kalau aku punya kekuatan, mungkin akan kuusir orang-orang itu. Seandainya apa yang orang-orang itu katakan tulus, mungkin bukan sebuah masalah, atau bahkan mungkin benar-benar jadi awal sebuah solusi.
Menertawakan luka juga sebuah topeng, topeng kesedihan. Bagaimanapun jalan yang kita tempuh, mari tetaplah menjadi autentik, "individu-individu yang autentik" kata Georg Simmel. Seperti apapun kesedihan kita yang pernah dan sedang kita alami, itu adalah sebuah keniscayaan hidup, sebuah kewajaran yang mungkin membuat hidup kita menjadi lebih berarti. Kita masih bisa refleksi terus menerus.
Entah kamu akan percaya atau tidak padaku, hidup yang selalu datar-datar saja kadang tak menarik sama sekali, menjemukan. Ada kepuasan batin saat kita bisa menyelesaikan masalah, ada kelegaan yang tak tergambarkan saat kita bisa melalui kesedihan. Mari tertawakan saja, jika hidup ini benar-benar sebuah komedi.
Malam ini, ideku masih mengalir, tapi kepalaku lagi pusing.
S,13 0ktober 2024 7.24
M, 2 Mei 2025 20.52
Komentar
Posting Komentar