Era Millineum dalam Novel Hujan
Oleh: Moh. Tamimi*
Judul: Hujan
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 2016
Tebal: 320 halaman
ISBN: 978-602-03-2478-4
Masa lalu adalah waktu yang takkan kembali lagi, masa sekarang terus berlalu, dan masa depan siapa yang tahu. Masa lalu sebagai gambaran, masa depan sebagai cita-cita yang akan dituntaskan. Masa depan bisa diprediksi dari kejadian masa lalu sampai sekarang, walaupun tak ada yang tahu yang akan benar-benar terjadi. Prediksi hanyalah tafsiran belaka, seperti jaman millenium yang selalu diungkapkan dengan adanya tekhnologi cerba canggih.
Lewat novel Hujan, Tere Liye, memprediksi jaman itu, jaman dimana tekhnologi sudah serba canggih. Mobil dan motor sudah tidak lagi menggunakan roda, melainkan bisa terbang dan tidak lagi menggunakan sopir manual, manusia. Apabila mau bepergian tinggal duduk manis lalu memencet tombol atau mengucapkan kata sandi, semua urusan beres. Membuat baju sudah seperti mencetak kertas HVS, tinggal pencet, barang pun jadi.
Novel ini menceritakan tentang perjalan hidup Lail dengan Esok dan persahabatannya dengan Maryam yang hidup pada tahun 2040-an. Pertemuan Lail dan Esok bermula saat terjadinya gempa dahsyat yang meluluh lantahkan dua benua. Saat itu Lail terperosok di mulut terowongan kereta bawah tanah. Saat dirinya bergelantung menahan berat badannya untuk bertahan hidup, ada seseorang yang menarik dirinya ke atas, yaitu Esok. Seterusnya, setelah kejadian gempa itu, mereka berada di tempat pengungsian yang sama dan selalu bersama. Di mana ada Lail, di situ pasti ada Esok.
Di tempat pengungsian itu pula, tempat bertemunya Lail dan Maryam. Setelah keadaan mulai pulih, Maryam dan Lail tinggal di Yayasan Panti Sosial. Sedangkan Lail diadopsi oleh seorang Wali Kota karena kecerdasan Esok. Wali Kota bersedia menyekolahkan Esok setinggi-tingginya dan bersedia pula merawat ibunya yang diamputasi kakinya karena peristiwa gempa tersebut.
Setiap kejadian yang dialami Lail dan Esok selalu berhubungan dengan hujan atau terjadi saat hujan tiba. Setiap kali ada hujan, maka saat itu pulalah kenangan-kenangan itu akan muncul di benak Lail.
Kemajuan tekhnologi menimbulkan masalahnya sendiri. Negara-negara maju hanya memikirkan dirinya sendiri, dikarenakan cuaca tak menentu, mereka menyemprotkan gas tertentu ke lapisan stratosfer supaya cuaca kembali cerah, matahari kembali terbit, yang sebelumnya wilayah-wilayah tropis mengalami hujan salju selama berbulan-bulan sehingga masyarakat menjadi kelaparan karena tidak lagi bisa bercocok tanam sebagaimana mestinya. Penyemprotan gas tersebut ke lapisan stratosfer hanya baik jika ditinjau secara jangka pendek, yakni 3-4 bulan kedepan. Sesudah itu, hujan tidak pernah turun, membuat tanah tandus dan gersang. Manusia terancam kepunahan.
Demi menyelamatkan manusia dari kepunahan, diakanlah proyek rahasia membuat pesawat luar angkasa yang akan mengangkut manusia ke kehidupan lain, kehidupan di angkasa raya. Pesawat itu akan mampu bertahan di angkasa kurang lebih selama seratus tahun. Keterbatasan kapal, membuat pemerintah menyeleksi manusia dari berbagai gen dan ras untuk menumpangi kapal itu. Penyeleksian dilaksanakan secara acak dan rahasia karena jika diumumkan secara langsung ke masyarakat luas, mereka akan berbondong-bondong saling berebut mengikuti pesawat tersebut.
Esok sebagai ilmuwan besar dan juru kunci pesawat itu mendapat dua tiket. Satu tiket secara otomatis karena hanya dia yang mampu merawat dan mengoprasikan pesawat tersebut dan satu tiket lagi karena ia masuk seleksi. Satu tiket itu bisa diberikan Esok kepada siapa saja.
Singkat cerita, karena Lail mengetahui hal itu dan ia menyangka ia tidak akan lagi bersamak Esok, ia ingin menghapus semua kenangannya dengan Esok, ia ingin melupakan hujan. Disaat operasi menghilangkan ingatan, Elijah, dokter syaraf, mengatakan kepada Lail: "Ratusan orang pernah berada di ruangan ini. Meminta agar semua kenangan mereka dihapus. Tetapi sesungguhnya, bukan melupakan yang menjadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa dilupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan bisa melupakan." (hlm. 308)
Novel ini sudah sepantasnya diapresiasi, dinikmati. Cerita yang terkandung di dalamnya terkandung sebuah khazanah keilmuan yang tak ternilai harganya serta alur cerita yang begitu memukaumemukau dan menggetarkan hati pembaca. Selebihnya, selamat menikmati.
*Peresensi adalah Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep, Madura
Komentar
Posting Komentar