Surat Cinta Kesepuluh (Surat Cinta Terakhir)
![]() |
Seikat pohon cabe di tanganku siap ditanam. Fotografer: Mama |
Sri, aku hanyalah remahan kerupuk bagimu. Meskipun kamu pedas menolak cintaku, kamu adalah sambal yang membuatku berarti walau hanya sekejab lidah. Apalah dayaku yang menjadi remahan, disapu begitu saja atas nama “kebersihan.”
Ini surat cintaku yang terakhir untukmu. Kali ini aku mau serius terhadap perasaanku. Selama ini aku selalu menghibur diri. Kamu belum tahu siapa aku sesungguhnya. Selama ini hatiku luka.
Aku menyibukkan diri dengan berbagai hal, menulis dan membaca buku adalah salah satunya. Masih kurang, aku semakin menyibukkan diri dengan baca buku sambil main hp. Sekarang aku ingin konsisten untuk memperjuangkan satu orang, meskipun sudah dipepet orang tetapi masih ada peluang.
Surat-suratku kepadamu selama ini hanyalah setengah khayal. Ada beberapa orang yang mungkin cemburu padamu, meskipun kamu hanyalah temanku, aku bisa mengerti bagaimana perasaan perempuan. Di sisi lain, kamu cantik. Pantas saja mereka cemburu padamu. Aku ingin menjaga perasaannya. Kita masih bisa saling berkirim surat, tetapi bukan lagi surat cinta. Terima kasih telah menemani kesepianku selama ini, Sri. Aku menghiburmu untuk menghibur diriku sendiri. Teruslah menulis, Sri, agar orang-orang tahu dimana jejak jiwamu. Mungkin kamu akan mudah mengatakan dimana saja jejak ragamu, tetapi apa yang akan kamu katakan ketika ditanya dimanakah jejak jiwamu jika kamu tidak menulis.
Aku akan menulis secara sembarang dalam surat terakhir ini, tak ada titik fokus berarti, menanggalkan aturan-aturan kepenulisan.
Aku bukanlah tipe seorang pemimpin, terbukti beberapa kali memimpin organisasi, saya merasa beberapa kali gagal berdasarkan indikator keberhasilan yang aku patok sendiri. Aku bisa menjadi patner, tapi tidak untuk pemimpin. Aku akan memposisikan diriku menjadi patner bagi keluargaku kelak, bukan “pemimpin” rumah tangga.
Aku berusaha tidak peduli apakah orang yang aku sukai ini juga menyukaiku atau tidak, tetapi aku tidak bisa tidak egois. Aku ingin dia merasakan apa yang aku rasakan.
Aku merasa kami belum pernah pertemu, tapi katanya kami pernah bertemu sekali, namun ia seolah membuatku berarti. Jika kau tanya siapa namanya, aku takkan menjawab. Saya lagi berjuang menangin hatinya. Aku masih menyisakan ruang kegagalan dalam hatiku, agar cinta ini tidak menguasai diriku, seperti cinta Zaliha (bukan Zulaikha) kepada Nabi Yusuf. Aku hanya ingin berarti dalam hidupku.
Kutulis surat ini saat gerimis, tetesan air di atas genting terdengar seperti sebuah instrumen yang memabukkanku dalam alunan nada. Aku sangat menikmatinya. Terkadang aku ingin tidur sambil lalu mendengarkan rintik hujan itu. Duh, bahagianya aku malam ini. Bahagia aku bisa kembali menyukai satu orang, selama ini semua perempuan seolah hambar. Aku masih ingin menggambarkan rintik hujan ini, aku begitu menyukainya, tapi tak bisa lebih baik lagi menggambarkannya kepadamu.
Beb, aku benar-benar mencintaimu. Sihir aku untuk melupakanmu jika kamu tak pernah dan tak akan menyukaiku. Ya Allah, saya kayaknya sudah Bucin seperti kata teman-temanku. Tsabbit qolbi ‘ala dīnik(a) Ya Allah. Tsabbit wajhi ‘ala ‘ainik(i), kekasihku.
Hatiku lagi mellow full. Biarlah semua ini berakhir seperti apa.
Analogimu tentang perempuan ular salah. “Ular” tabiatnya. Tabiat bukan turunan, tapi bentukan. Tak ada hubungannya dengan ibunya. Aku mau tidur saja dulu. Baterai hpku sudah hampir kehabisan daya, 18%. Aku akan lanjutkan besok suratku ini.
22. 26
Pagi, Sri.
Aku baru saja menanam cabe rawit dengan mama, 750 pohon, rencananya 1.300 pohon.
Sri, tugasku untuk merawat lukamu sudah selesai. Kamu sudah mempunyai teman untuk jalan-jalan, berbagi cerita, dan gandengan tangan. Nanti, kamu bisa datang kepadaku jika butuh bantuan, bantuan apa saja, yang penting aku mau, mampu, dan sempat. Aku selalu membuka diri bagi siapapun.
Sekarang hatiku tidak semellow tadi malam, jadinya surat ini akan semakin datar. Nanti siang aku akan ke Pamekasan, katanya Bebeb mau juga mau bepergian, tapi gak tahu kapan. Beb, selamat jalan, semoga selamat, berkat, dan doaku bersamamu.
Perjalan hidup kadang memang terasa aneh. Ada orang yang suka padaku, tapi aku tidak suka padanya. Aku suka pada orang lain, eh si doi malah suka ke orang lain pula. Akan aku tunjukkan, bagaimana aku bersungguh-sungguh padanya. Inilah perjuangan ala Rhoma Irama, “Perjuangan.”
Oh ya Sri, mengenai orang baik dengan orang baik yang kau maksud itu, itu adalah ayat Al-Qur’an, tapi saya lupa surah dan ayat berapa. Aku dulu pernah ikut lomba MSQ (Musabaqoh Syahril Qur’an), jelasin ayat itu. Aku juara satu. Waktu itu aku pensyarahnya. Selama lima tahun berturut-turut, saya selalu dapat juara MSQ di sekolah, mulai dari juara 1-3 pernah diraih. Anggotanya tetep: Burhanul Abror (Qori’), alm. Moh. Rozin (penerjemah), dan saya sebagai pensyarah. Awal ikut lomba itu, kelas 1 MTs, saya tidak juara, tapi sejak kelas 2 MTs juara terus. Aku pernah juga juara 2 lomba baca kitab kuning, full kosongan. Sayangnya, perilakuku sekarang jauh dari nilai-nilai Qur’ani, nyaris tidak pernah baca kitab kuning lagi, terus aku banyak lupanya. Aku sekarang tidak bisa lagi membaca kitab kuning dengan baik dan benar. Dulu, ada sosok kiai gang selalu mendampingku, tak kenal waktu, tengah malam pun lanjut. Beliau sekarang sudah wafat. Aku sedih.
Biasanya, ketika aku punya kecenderungan terhadap cewek, aku bisa pintar mendadak, dulu aku begitu menggebu-gebu nulis puisi, jangan kira tidak ada orang dibalik itu, nulis resensi buku juga. Ya begitulah, motivasi terbaik adalah motivasi dari dalam diri, in my self. Sedangkan yang aku jalani sejak dulu, motivasi dari luar, aku hanya menunggu “belas kasihan” orang lain. Itu kurang bagus. Dampak negatifnya ya kayak aku ini. Aku yang sekarang hanyalah sisa-sisa masalalu. Jangan berharap kepada manusia.
Mujurnya, cewek yang sedang kupepet ini menyadarkanku dari dilema berkepanjangan ini. Ia membuktikan dirinya. Aku tidak begitu suka dengan motivator-motivator di tipi-tipi itu, atau di media sosial lainnya. Kata-kata motivasi mudah dihafalkan, sulit dikerjakan. Bagiku, mereka terlalu meremehkan sebuah masalah. Hahaha. Rowet NKRI mun nga’ reyaa.
Bantu doa semoga pepetanku berhasil. Aku ada tandingannya, yuhuu.. Sudah kalah start, semoga gak kalah finish. Hahaha. Saya ingin menyelesaikan ekspektasi jalan kehidupanku dalam waktu dekat. Aku pengen menuntaskan kuliah sampai S3. Tak peduli nyampek mana, yang penting aku mau. Mencari ridho Allah. Bismillah litholabil ‘ilmi. Dulu, aku selalu berpikir, malu jika antara gelar dan kualitas diri tidak seimbang, cuma jadi Profesor Horroris (bukan honoris) Causa misalnya, cuma buat gaya-gayaan (gebey ko’ tako’ kata orang Madura). Aku tak lagi mikirin itu, terserah. Aku kuliah S2 saja kurang jelas apa tujuannya secara profesi. Pengen jadi ini-itu, seolah aku tak begitu berambisi. Tugasku hanya mencari ilmu dan mengamalkannya.
Sri, ini surat yang terpanjang untukmu, kan. Aku gak mau tunangan/nikah selama masih melanjutkan studi pascasarjana. Minimal, setelah lulus. Medium, saat tengah melanjutkan studi S3. Maksimum, setelah lulus S3. Margin error, tidak kuliah S3. Hehe. Masa depan, siapa yang tahu. Saya sudah diskusikan hal ini dengan mama dan kakak.
Mohon doanya, Sri, semoga karir dan percintaanku berjalan dengan baik. Selama ini, aku pikir, karirku semakin melejit, tapi percintaanku makin tragis. Haha. Apa salahku pada cinta.
Terima kasih, terima kasih, terima kasih, Sri. Semoga pertemanan kita diberkahi oleh Allah Swt. Semoga percintaanmu berjalan dan berakhir dengan baik kedepannya. Kalau ada yang deket-deket kamu, langsung sikat, ikat. Kalau tidak mau, hempaskan!
Kuharap kau membalas suratku dengan jujur untuk yang terakhir kalinya, sejujurnya apapun yang ingin kau katakan padaku.
Salam. Sampai jumpa!
Kamar Perlawanan, 7 Januari 2019 10. 10
Komentar
Posting Komentar