Laporan Gaya Baru
Aku dan Rofiki melewati jembatan bambu yang diberi tanah di atasnya. Kami masuk pada semua kafe dengan desain gubuk bambu. Ada pohon Sawo besar di depan warung pemesanan kopi. Kami memilih duduk di bagian timur. Aku pikir, itu lebih kondusif dan nyaman karena tak ada orang sama sekali di sana.
Roychan masih berada di jalan. Katanya, ia masih berteduh dari hujan. Kami berdua bicara apa saja, serba santai, sesekali kami mengungkapkan kekecewaan kami secara lirih kepada pemilik kafe, tapi cuma dikatakan lirih diantara kita berdua, karena sandi wifi tidak diberikan, cuma disambungkan oleh pelayan ke ponsel kami. Lagi, kalau mau dipakai ke laptop harus bayar Rp1 ribu per jam. Niat download film buyar.
Sekitar pukul 13. 30 Roychan datang. Ia melangkah ke arah kami dengan senyum khasnya. Kacamatanya ikut bergerak seiring gerak bibirnya yang mengembang. Si calon filsuf sudah datang, di jaketnya masih tersisa tetesan air hujan.
Kami tidak langsung mulai rapat. Minuman telah datang, di bab minuman ada juga yang kecewa. Hahahaha—maaf saudara, kelanjutan laporan ini disensor.
Sebelum memulai rapat, kami masih ribut soal film. Film apa yang bagus. Perdebatannya, apakah transfer film dahulu atau rapat dahulu. Tidak diputuskan, tetap cekcok style ngakak.
Rapat dibuka. Anggota forum rada bingung mau bicara apa lebih dulu. Apa yang akan dilakukan FNKSDA kedepannya. Ada tiga putus yang berhasil dirumuskan: FNKSDA Sumenep goes to school, camping, dan pembuatan buletin. Tiga program yang disetujui ini tidak betul-betul final, meskipun hanya rapat bertiga, perbedaan pendapat tidak kunjung menemukan titik temu.
FNKSDA Goes To School
Penamaan program ini berbelit-belit, anggota rapat suka yang njelimet, meskipun secara substantif sudah menemukan titik temu. Para anggota FNKSDA Sumenep akan pergi ke sekolah-sekolah untuk berbagi ilmu terkait dengan isu-isu agraria. Ada yang mengusulkan nama "sekolah agraria," "seminar agraria," "roadshow agraria," "gerilya ke sekolah-sekolah," semua istilah itu tidak ada satupun yang disetujui semua oleh keseluruhan anggota rapat. Ada saja titik lemahnya yang membuat istilah itu tidak disetujui.
Ada yang mengusulkan untuk masuk ke pesantren-pesantren, tetapi usul ini ditolak karena dinilai kurang menyeluruh. Masalah agraria adalah masalah bersama, harus diselesaikan bersama, saling bekerjasama satu sama lain.
Bagaimana formatnya? Formatnya terbagi dua: secara normatif dan aksidental. Secara normatif, nanti siswa akan diberikan materi-materi pelajaran mengenai isu-isu agraria. Masalah agraria dengan berbagai sudut pandang akan disampaikan di sini. Secara aksidental, para siswa akan dibawa ke tempat-tempat tertentu di sekitar sekolah untuk melaksanakan observasi, bagaimana keadaannya, apa saja permasalahannya, dan bagaimana mengatasinya. Teknis secara lebih rinci, pembahasannya masih belum selesai di situ. Intinya, semua program ini akan didesain sesuai dengan psikologi siswa.
Langkah ini diambil untuk meningkatkan kesadaran para siswa terhadap masalah lingkungan, mencetak kader-kader peduli lingkungan, membangun kesadaran untuk keberlanjutan lingkungan hidup. Kegiatan ini bukan berarti mau mencetak para siswa menjadi politikus di bidang lingkungan. Paling tidak, mereka mempunyai kesadaran diri untuk tidak berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.
Rencananya, pertama kali akan dilaksanakan pada minggu terakhir bulan Januari 2019 di Pesantren Nurul Huda, Ging-Ging, Bluto, Sumenep. Sudah mendapatkan lampu hijau dari tuan rumah. Tinggal menunggu sebuah kepastian.
Camping ke Pantai Sembilan
Kegiatan ini bukan sekadar liburan atau leha-leha semata. Kami berencana akan membahas lebih lanjut mengenai desain dan teknis pelaksanaan program FNKSDA Goes To School itu. Camping akan dilaksanakan pada 22-23 di Pantai Sembilan, Gili Genting.
Persiapan peralatan masih nol. Tenda dan perabotan kemah lainnya masih tidak ada sama sekali. Kalau kesiapan diri jangan ditanya. Kegiatan ini yang paling cepat menemukan kata “setuju” bersama. Kompak, serempak, bilang “setujuuu.”
Masih tiga orang yang fiks akan ikut, bagi siapapun anggota FNKSDA Sumenep yang mau ikut, dengan sangat lapang dada kami terima. Tentunya kami senang, akan banyak sumbangan pemikiran. Semakin banyak, semakin asyik. Jelajah alam sekaligus jelajah pikiran. Ditunggu buat kalian semua, gaees.
Pembuatan Buletin
Ini paling pelik dan tak menemukan kata setuju sampai kami berpisah di warung nasi goreng. Setuju akan menerbitkan buletin, tetapi terkait format buletinnya, masyaallah, gak selesai-selesai. Dua aliran ekstrem tentang jurnalisme ini gak beres-beres. Kami semua menginginkan secara ideal, minimal berita indepht news, ada yang pesimis ada yang optimis.
Bagi yang pesimis, kemungkinan terbit sebuah buletin dengan kaidah jurnalisme ala Bill Kovach dan Tom Rosenstiel bukan perkara muda. Kami tak punya biaya dan tenaga yang mumpuni. Butuh waktu lama dan kesungguhan. Tidak sedikit dana yang harus digelontorkan untuk membuat liputan yang benar-benar menarik dan perlu. Ia sadar, perkumpulan ini merupakan perkumpulan yang misquen. Uang kasnya hanya Rp. 5. 000. Itu nol (0)-nya sudah ditulis semua. Jika memang mau serius, bukan buletin, tapi majalah.
Bagi yang optimis, ini mungkin. Mengingat tim power ranger ini mempunyai kemampuan menulis di bidangnya masing-masing. “Keunggulan SDM adalah segalanya,” mungkin begitu yang ada dalam pikirannya. Masalah dana, bisa patungan, waktu bisa disiasati.
Orang yang pesimis adalah ia yang asli jurnalis, pengalamannya di dunia jurnalisme sudah lebih dari satu tahun. Orang ini mantan Kru Majalah Fajar dan Koran Harian Kabar Madura. Sekarang
jurnalis Mongabay Indonesia.
Orang yang optimis adalah ia yang pernah menjadi jurnalis kampus, diajak bergabung ke dunia jurnalisme lebih lanjut ia tidak berkenan. Pernah menjadi Kru Majalah Fajar. Sekarang menjadi sukarelawan, mengelola Jurnal Sosialis.
Mereka berdua sama-sama produk LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Instika (sekarang LPM Fajar). Mereka senior dan junior sebenarnya, tetapi selalu tak sependapat dalam masalah tertentu.
Di bagian ini, sang penyuluh agama diam, tak menyanggah dan memotong pembicaraan sedikit pun. Mungkin dia lagi mikirin umat yang lain.
Orang yang pesimis adalah ia yang asli jurnalis, pengalamannya di dunia jurnalisme sudah lebih dari satu tahun. Orang ini mantan Kru Majalah Fajar dan Koran Harian Kabar Madura. Sekarang
jurnalis Mongabay Indonesia.
Orang yang optimis adalah ia yang pernah menjadi jurnalis kampus, diajak bergabung ke dunia jurnalisme lebih lanjut ia tidak berkenan. Pernah menjadi Kru Majalah Fajar. Sekarang menjadi sukarelawan, mengelola Jurnal Sosialis.
Mereka berdua sama-sama produk LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Instika (sekarang LPM Fajar). Mereka senior dan junior sebenarnya, tetapi selalu tak sependapat dalam masalah tertentu.
Di bagian ini, sang penyuluh agama diam, tak menyanggah dan memotong pembicaraan sedikit pun. Mungkin dia lagi mikirin umat yang lain.
Pukul 21. 00
Kami pulang membawa beberapa PR. Kami pulang dengan bahagia setelah makan nasi goreng di sebuah pertigaan dekat sungai Tambha' Aghung. Di sisi lain, aku masih merindukan seseorang yang tak pernah kutatap dalam kenyataan, namun melekat dalan pikiran. Ia yang kuharapkan kedatangannya sejak beberapa hari lalu.
Aku, hanya mengingat, hanya berharap. Hanya melihat, hanya mengagumi.
Kukendarai motorku di tengah gelap gulita. Lampu depan motor kurang terang, lide hpku dan hp Rofiki dijadikan penerangan tambahan. Bagiku, kegelapan itu tak seberapa daripada gelapnya hatiku dan masa depanku dan teman-temanku yang butuh cahaya lebih banyak.
Datanglah padaku, aku menunggumu.
Kamar Penantian
Senin, 6 Januari 2019 13. 43
Pelapor; Moh. Tamimi
Komentar
Posting Komentar