Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Surat untuk Eneng

Gambar
Selfi bersama: Helmi, Saya, dan Warits Selamat malam, neng. Salam kenal. Semoga pertemanan kita tidak pernah menjadi sahabat, cukup teman. Teman bermain, teman ngobrol, teman ngopi, teman belajar, teman hidup, teman tidur. Duh, maafkan kakang, neng, kakang khilaf. Kalau khilaf tidak akan masuk penjara kan, masukkan aku ke surga! Cukup penjara aku dengan cintamu, eh jangan, kita berdua saja deh dalam “sel” cinta-cintaan. Kita ke surga saja ya, lebih enak. Niatnya saya tidak mau menulis tulisan seperti ini, tetapi ajaib nih jempol. Bertindak, berpikir, dan menulis alay menurunin marwah cowok semi keren seperti saya. Sekitar jam 08. 00 WIB saya berangkat ke cafee di wilayah kota dengan teman saya, Helmi, yang saya tunggu di pertigaan Pasar Lenteng. Pagi itu saya lupa makan, tidak biasanya. Saya baru makan setelah sampai ke rumah, setelah isya’. Di cafee, saya dan teman-teman ngobrol ngarul ngidur berbagai hal, dari sekitar jam 09. 00 sampai sekitar jam 13. 00 WIB. Di tengah...

Sapaan untuk Emilia

Gambar
Hai, Emilia. Aku saat ini ada di pertigaan pasar Lenteng. Pasarnya tak kunjung selesai direnovasi ya! Kapan-kapan main-mainlah ke rumah, ajak teman-temanmu. Aku hanya sekadar ingin menyapamu. Tak ada yang istimewa dalam tulisan ini. Mumpung ada waktu luang—saat ini aku sedang menunggu Helmi untuk pergi ke cafee puncak. Sambil lalu menunggu, aku menulis ini untukmu. Semoga kamu bisa membalasnya. Kabar terakhir, Helmi sudah sampai ke “Cem Kene’.” Aku tidak tahu itu dimana, katanya sudah dekat Lenteng. Rumahmu dimana, Emilia? Kamu mau serumah dengan apa dan siapa? Hahaha. Apa dan siapa Emilia? Kamu bukan Kamelia di mata Irwansyah. Kamu Emilia di mataku. Aku tidak mau tahu kamu mau dipanggil Emilia atau tidak, pokoknya aku mau manggilmu begitu. Aku otoriter terhadap pikiranku sendiri, atau pikiranku otoriter terhadap tubuhku? Aku tak mengerti. Emilia, liberty, liberty, liberty. Kamu tahu Olympe du Jujes? Kalau tidak salah, dialah perempuan yang “teriak-teriak” tentang kebebasan...

Surat untuk Anisah Qanita Lestari

Hai, Anisah Qanita Lestari. Apa kabar? Saya mau panggil kamu sesukaku ya. Saya ingin bebas memanggil kamu, Anis, Nita, atau Tari. Eh, Tari kok kurang sip ya, saya ubah saja deh. Kalau Susi saja bagaimana? Bebas, bebas, bebas, dan bebas, kita harus bebas. Liberty, liberty, liberty, kata cewek-cewek di Prancis dahulu kala. Orang Prancis bisa masak Pete gak ya? Saya mempunyai pengalaman sungguh aneh tapi nyata dengan Pete. Kamis, 19 Desember 2019, adalah hari pernikahan pamanku, Muhammad Lefand—nama aslinya Muhammad—sekaligus Hari Pete bagiku. Saat itu, semua keluargaku pergi ke Ponorogo untuk menikahkan pamanku, di rumahku hanya ada tiga orang: adik laki-lakiku yang masih duduk kelas 1 MTs, nenek dari ibuku yang sudah ditinggal kekasihnya, dan saya yang tidak memiliki kekasih. Di rumah banyak bahan-bahan mentah untuk di masah, tempe, tomat,  terong, cabai, telor, pete, dan berbagai rempah-rempah. Saya biasa memasak sendiri, namun hari itu saya penasaran dengan yang namanya pete i...

Surat Cinta Ketujuh (Cinta Platonik)

Sri, ini surat cinta kan! Berhubung ini surat cinta, aku hanya akan bahas tentang cinta-cintaan ke kamu. Kalau ada hal-hal lain yang mendesak, itu hanya selingan. Kita hanya bertemu sekali, tetapi itu sudah cukup menumbuhkan rasa rindu untukku. Rindu itu akan kurawat. Kata orang, obat rindu hanyalah temu. Akan tetapi, ada orang karena saking enaknya merindukan seseorang, ia sangat menikmati rasa rindunya dan merawatnya. Bagaimana merawat rindu? Menahan atau mencegah pertemuan. Seandainya mereka bertemu, habislah rasa rindunya. Anggaplah aku merindukanmu--meskipun memang begitu--seandainya aku mau, aku bisa menemuimu untuk menuntaskan rasa rinduku padamu, tetapi itu tidak aku lakukan karena aku ingin tetap menjaga rindu ini bersemayam dalam tubuhku. Sri, itulah Cinta Platonik, sangat indah dalam bayangan—istilah filosofisnya hidup dalam alam idea ala Plato. Bagi orang sepertiku, rindu itu sangat mengasyikkan, kadang pula menyedihkan. Kadang, aku ingin bisa merindukan seseorang yan...

Surat Cinta Keenam (Surat Kehilangan)

Sri, flaskdiskku hilang (Madura: tasengsal ). Aku sekarang di rumah cuma bersama nenek dan adikku yang baru duduk di kelas I MTs.. Keluargaku lagi ke Ponorogo, “mengawal” pamanku yang bakal melangsungkan akad nikah besok (19/12/19), tanggal bagus. Aku sebenarnya sudah merencanakan untuk menulis surat untukmu sejak kemarin, cuma pikiranku sekarang hanya selalu teringat ke flaskdisk. Aku mengambil pelajaran dari kejadian ini, Sri, “Kehilangan benda kecil saja bingungnya sudah minta ampun, apalagi kehilangan seseorang yang begitu berarti seperti dirimu.” Cukup, Sri, aku tak bisa gombal lebih jauh lagi, kecuali nanti dapat ilham lagi. Aku ingin bercerita lama-lama denganmu, Sri, lamaaa sekali. Meskipun lewat telepon, satu jam ngobrol bersamamu sudah kurang dari cukup. Aku ingin lebih lama lagi, meskipun aku kayak radio yang tidak menemukan frekuensi yang tepat. Sri, aku ingin sekali untuk menetap di satu hati, dengan seseorang yang benar-benar mencintaiku. Inginku itu, ada seorang pe...

Surat Cinta Kelima

Hai, Sri! Apa kabar? Sudah lama aku tak berkirim surat untukmu. Aku sekarang ada di kamar mama, mama pindah ke kamar adikku, adikku tidur di depan televisi, kamarku ditempati pamanku. Kami semua pindah kamar sesuka hati. Bagiku, kamar mama lebih tertutup daripada kamarku, tidak ada fentilasi sama sekali, sedangkan di kamarku terdapat dua jendela, sinar lampu dari teras bisa menerobos masuk ke kamarku. Aku menemukan kesunyian yang kurindukan di kamar mama. Aku ingin memelukmu, Sri, walau hanya sekali. Kamu memang perempuan setengah khayal untukku, namun aku takkan sungkan mengutarakan itu. Aku tahu kamu terdampar (didamparkan?), terhempas ke sebuah kota yang tak begitu akrab dengan tubuhmu, hanya akrab di telingamu. Dekapan, pelukan ini aku harapkan supaya bisa menenangkan setiap gejolak kehidupan kita. Aku pikir, aku jauh lebih bahagia, senang, dan berkecukupan darimu, namun kamu memiliki yang tak kumiliki yaitu “penantian.” Itu anugerah, Sri. Kamu mampu berkomitmen dengan hatimu, ...

Surat untuk Ariza

Hai, Ariza! Apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja di sana. Ariza, kamu pernah bertanya padaku, "Apakah kamu serius padaku?" Aku bingung menjawab pertanyaan seperti ini. Aku tahu, Za, laki-laki selalu ingin dipahami, perempuan selalu ingin dicintai. Aku tahu itu, aku tahu. Aku juga tahu kamu ingin kepastian. Kita pernah duduk berdua di cafee, minum jus. Kamu yang bayar minumnya. Aku tersenyum saat menulis ini. Aku teringat senyummu yang tak habis-habis dalam ingatan. Ingatanku terlalu kuat untuk melupakan senyummu yang merekah. Perempuan suka diperjuangkan, tapi aku tak suka memperjuangkan  perempuan. Dalam pikiranku selalu terbersit, "cinta itu anugerah, akan datang kapan saja, dimana saja, tak perlu 'terlalu' berjuang untuk cinta." Begitu pun aku padamu, Ariza, rumusku hanya untung-untungan. Sempat kukatakan pada mama perihal dirimu, jawabannya ya tetap seperti itu-itu saja dengan akhiran "terserah jodohnya." Kamu pernah bercerita pada...

Ratu Lebah dan Seekor Lalat

Gambar
Oleh: Moh. Tamimi Aku tidak banyak tahu tentang dunia lebah, kehidupan lebah, lingkungan lebah, dan hal-hal yang bersangkut paut dengan lebah. Aku tahu Ratu Lebah yang satu ini karena aku menyukainya, dengan kata lain, aku mencintainya, sejak saat aku secara kebetulan melihat senyumnya. Perkara dari mana datangnya cinta itu, aku juga kurang mengerti, namun yang pasti, aku mulai mencintai lebah saat aku melihat senyumnya waktu itu, saat aku akan terbang jauh. Apalah aku yang hanya hewan kecil yang tak indah dipandang sepasang mata. Aku hanya seekor lalat. Tidak seperti lebah, aku tak mempunyai keistimewaan apapun, tidak punya sengat, tidak bertubuh bagus, berwarna cerah, apalagi mengeluarkan madu yang hanya bisa dilakukan oleh lebah itu. Aku adalah lalat sebagaimana umumnya, anggapan terhadap diriku juga tak selalu baik, bahkan nyaris tak pernah baik. Aku tak pernah meminta dilahirkan sebagai lalat. Aku memang tak pernah dilahirkan, tetapi ditetaskan. Aku juga tak pernah menging...

Aini Rasyad

Gambar
Oleh: Moh Tamimi Nama aslinya Qurrotul Aini, Rasyad adalah nama ayahnya, tetapi ia akrab dipanggil Rasyad, alaynya Rachad.  Rambutnya tidak diketahui panjang atau pendek. Hanya saja, saya membayangkan rambutnya panjang. Bagi saya, rambut panjang lurus terurai mempunyai nilai lebih, hanya mata yang lebih tahu untuk menikmatinya. Kata dari mulut ini takkan mampu mewakili keindahan yang dinikmati mata. Saya tahu Rasyad sedang menunggu seseorang, namun bukan saya, orang lain. Saya tidak tahu siapa yang ditunggu Rasyad, intinya dia sedang menunggu, yang saya tahu menunggu itu tidak enak, apalagi menunggunya lama sekali. Menunggu seseorang yang tidak diketahui kejelasannya  jauh lebih perih daripada menunggu beduk di bulan puasa. Saya menulis surat  ini untuk aku. Aku yang berada dalam diriku, keakuanku. Akan tetapi, akan saya kirimkan kepadamu lewat dia, tukang pos yang selalu mengantar buku ke rumahku dan sepucuk surat ucapan terima kasih dari orang yang baik sekali...

Sebut Namaku Ulfa

Gambar
Foto: Moh. Tamimi Namaku Ulfa, lengkapnya Ulfatul Yusro. Yang jelas aku adalah seorang perempuan, perkara aku cantik dan tidak kalian sendiri yang akan melihatnya ketika bertemu denganku. Akan tetapi, untuk sementara aku mau mengaku bahwa aku cantik sekali. Kalau kalian nanti ketika bertemu denganku tidak mengakui kecantikanku dan tidak sesuai dengan ekspektasi kalian tentang kecantikanku, itu bukan masalah besar. Masalah besar bagiku adalah ketika aku berada di depan kalian tetapi kita tidak saling melihat, mungkin salah satu dari kita saat itu adalah roh, atau kalian lagi memikirkan orang lain selain diriku ini. Kalian harus tahu, biasanya, aku ada di jarak satu meter saja, orang-orang sudah banyak yang bisa melihatku. Betapa anunya aku. Aku di desaku adalah kembang desa, kembang desa karena aku indah kayak kembang. Kembangnya seperti kembang sepatu, karena kembang sepatu adalah salah satu kembang yang memiliki komponen yang lengkap, mulai dari kelopak bunga, mahkota, putik, ...

Aurora dan Kebun Binatangnya

Oleh: Moh Tamimi Aku adalah buaya naga, aku menjadi begini karena dikutuk  oleh aurora yang kelewat gusar kepadaku karena tiada henti-hentinya menjadi buaya darat. Oleh karena itu, katanya saat menjelaskannya padaku, aku harus bisa terbang agar tidak lagi memburu para betina di sungai-sungai dan di muara tempat bertemunya air laut dan dan air sungai. Selain itu, Aurora memang banyak mengoleksi hewan-hewan-hewan langka yang ia letakkan di penangkaran khusus miliknya di atas langis. Penangkaran itu tidak terlihat di siang hari, hanya mampu terlihat di malam hari. Apabila di sebelah langit selatan terdapar rasi bintang berbentuk layang-layang dan kalajengking, maka di situlah penangkaran hewan langka miliknya itu berada. Salah satu hewan langka koleksinya yang sangat ia sayangi adalah monyet astronorot. Sebenarnya, monyet ini dahulunya hanyalah monyet biasa yang biasa bergelantungan dari pohon ke pohon. Akan tetapi, monyet yang satu ini mempunyai hobi meneropong bulan yang masih b...

Pertemuan

Memaknai pertemuan kemarin yang sudah usai membuatku ingin membawa salah satu puterinya, putri baik hati dan otaknya terus menyala melebihi lampu neon maupun petromax, apalagi cuma lampu LED. Saya akan coba absen dan urai apa yang saya ingat sebagian *Ichal Rasyid* Inilah puteri baik hati dan otak menyala itu. Kenapa otaknya menyala? Jawaban itu saya ketahui ketika berada di dekatnya. Saat berada di dekatnya, saya seperti disengat aliran listrik 1000 watt sehingga tidak bisa berkata banyak, gemetar, dan bergerak kaku. Saya berkesimpulan, ia mengandung daya listrik yang sangat kuat lebih dari yang saya rasakan. Listrik itulah yang membuat otaknya terus menyala. Sedang masalah kebaikannya, mungkin semua orang di dekatnya bisa merasakannya. Satu lagi yang tak mungkin saya lupa, senyumnya. Mungkin ia setiap hari berteman dengan mawar maupun tulip, atau bahwa selalu menyimpannya dalam bibir manisnya. Bibirnya sungguh tersenyum indah merekah, melebihi mawar dan tulip yang hendak merekah. ...

Surat Cinta Keempat

Sri, apakah kamu sudah mendingan? Semoga kamu lekas sembuh, Sri. Kali ini mungkin aku masih bersikap egois. Ingin kamu lekas sembuh supaya bisa menemani malam-malamku yang sunyi, penuh kesunyian. Seandainya kesunyian adalah sebidang kaca, mungkin kamu adalah salah satu yang bisa memecahkan kaca itu. Bagaimanapun egoisnya aku, aku ingin kamu sembuh, bagaimanapun akhirnya hubungan kita. Kamu sebenarnya sakit apa, Sri? Mengapa kau tak pernah memberitahukan apa penyakitmu padaku, meskipun telah berminggu-minggu kau tergeletak sendiri di kamar kosmu, tanpa orang tua, saudara, atau seseorang yang kau rindukan di sisimu. Aku hanya bisa bertanya lewat surat ini, Sri, bagaimana keadaanmu. Sri, surat ini tak ‘kan lusuh hanya kau baca berulang-ulang, bahkan sampai ribuan kali sekalipun. Mau lusuh bagaimana, wong tidak pakai kertas, kecuali suatu saat surat ini menemukan nasibnya di atas kertas. Sekarang cukup dalam email. Surat-surat yang kukirimkan kepadamu, mungkin saja menjadi semacam obat...

Surat Cinta Ketiga, Surat Cinta Serius

Sri, surat kali ini benar-benar serius, saya tak yakin kau mampu mencernanya dengan baik, meskipun telah dua kali suratku tidak kau balas, entah karena sibuk atau karena masih mikir pakai lama untuk menjawab dan membalas suratku. Ini kata kunci isi surat ketiga ini untukmu, kalau kamu masih berkenan silahkan dilanjut atau letakkan kembali hpmu. Jawab yang dibuang a’rodhu Jir secara lafat, rofa’ secara pengertian, fiil Jumlah atau syibhul jumlah setelah nakiroh dan makrifah Rumus: apabila ada jumlah atau syibhul jumlah jatuh sesudah nakiroh, maka ia menjadi sifat. Sedangkan apabila ada jumlah atau syibhul jumlah jatuh sesudah makrifah maka ia menjadi hal. Dalam contoh nanti kira-kiraannya kaainaaani. Jumlah kaana menjadi haal. Asal kalimatnya kaanu mu’ridiina anha tetapi menjadi kaanuu “anhaa mu’ ridiiinn. Bagaimana, Sri, kamu bingung, kan? Gak Ngerti kan? Saya yakin seratus satu persen, bukan karena meremehkanmu sih. Tapi gakpapa, Sri, masih ada aku yang akan selalu siap me...

Surat Cinta Kedua

Sri, ini adalah surat cinta keduaku untukmu. Yang pertama tak terbalaskan, maka aku harus coba lagi. Aku harus lebih tangguh daripada pemburu kuis berhadiah di berbagai produk makanan atau kebutuhan sehari-hari yang setelah digosok muncul kata optimis “coba lagi.” Saya lebih suka kalimat itu daripada “maaf, Anda belum beruntung,” meskipun nasib mendapatkanmu adalah untung-untungan. Kemarin malam saya menginap di rumah teman, kami bicara panjang lebar mengenai pengalaman, pengetahuan, dan sastra. Saat itu pula aku diberi satu eks. Buku puisi berjudul Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain engkau. Dari sekian banyak puisi yang tertulis di dalamnya, terdapat sebuah puisi berjudul Mawar dan Cangkir. Beginilah larik puisinya: Hari ini aku masuk kafe Telah kuputuskan untuk melupakan hubungan kita Dan mengubur segala kesedihan Saat aku pesan secangkir kopi Tiba-tiba kau muncul seperti mawar putih Dari dasar kedalaman cangkirku. Bagiku, puisi itu sungguh terlalu, terlalu indah tuk kena...

Surat Cinta Pertama

Sri, kutulis surat ini untuk kukirimkan untukmu. Akan tetapi, tujuan sebenarnya kepada siapa surat kumaksudkan, aku sendiri masih belum mengerti. Yang ingin kutulis adalah surat cinta, entah cinta karena apa dan kepada apa. Intinya, kuingin menulis surat cinta. Itu saja, Sri. Ketika kau bilang mau menerima suratku dengan sukarela, melayang-layanglah aku. Tanpa sayap, aku seolah bisa terbang sebagaimana kupu-kupu, meskipun kecepatannya tak segesit burung ataupun capung. Ya, kayak kupu-kupu itulah, terbangnya ke atas ke bawah, kekapannya seolah tak seimbang, tertatih-tatih menuju mahkota bunga. Meskipun demikian, ia tetap berusaha dan hinggap di pucuk-pucuk bunga. Sri, aku masih ingat apa yang kau katakan kepadaku mengapa kau gemar membaca membaca novel cinta-cintaan, katamu “agar tahu bahwa kisah percintaan tak seindah dalam novel.” Tahu jawaban seperti itu saya tersenyum simpul, walaupun saya tidak menggunakan simpul tali untuk mengikat, apalagi pakai simpul mati. Aku takut, entar ...

Sajak Kepulangan, Kamu Kekasihku, dan Pemerintah Bola

Oleh: Moh. Tamimi Sajak Kepulangan kau telah pulang namun tak kembali kau masih tetap meruang dan mewaktu masih dalam wujud satu kau tak benar-benar pulang walau jalan masih terbentang tempat kembalimu tetap ada pulanglah sebelum kembali Sumenep, 10-08-16 23.30 Kamu Kekasihku adalah air putih takkan pernah kunodai kecuali sudah waktunya kuminum Sumenep, 18-07-2016 19.43 Pemerintah Bola bola proyek selalu digulirkan mengoper ke teman merebut dari lawan instansi penyerang dan pertahanan siap siaga menunggu kapten mencetak gol bola proyek selalu direbut asalnya putih sudah mulai berubah jadi coklat penuh sekat bola ditendang sang kiper kena imbas baju tak lagi bersih gawang tak lagi terasa legang bola proyek kembali ke titik tengah Sumenep, 10-08-2016 22:45 Nurul Huda Keterangan: 3 puisi ini dimuat dalam buku "Monolog Seekor Monyet" (Karanganyar: Sabana Pustaka, September 2016) hlm. 100-1...