Aurora dan Kebun Binatangnya

Oleh: Moh Tamimi

Aku adalah buaya naga, aku menjadi begini karena dikutuk  oleh aurora yang kelewat gusar kepadaku karena tiada henti-hentinya menjadi buaya darat. Oleh karena itu, katanya saat menjelaskannya padaku, aku harus bisa terbang agar tidak lagi memburu para betina di sungai-sungai dan di muara tempat bertemunya air laut dan dan air sungai.
Selain itu, Aurora memang banyak mengoleksi hewan-hewan-hewan langka yang ia letakkan di penangkaran khusus miliknya di atas langis. Penangkaran itu tidak terlihat di siang hari, hanya mampu terlihat di malam hari. Apabila di sebelah langit selatan terdapar rasi bintang berbentuk layang-layang dan kalajengking, maka di situlah penangkaran hewan langka miliknya itu berada.
Salah satu hewan langka koleksinya yang sangat ia sayangi adalah monyet astronorot. Sebenarnya, monyet ini dahulunya hanyalah monyet biasa yang biasa bergelantungan dari pohon ke pohon. Akan tetapi, monyet yang satu ini mempunyai hobi meneropong bulan yang masih bayi hingga bulan yang sudah tua renta. Ia suka sekali mengira-ngira umur bulan.
Suatu ketika, teropong si monyet tertuju ke rasi bintang tempat penangkaran hewan milik Aurora berada, saat itu pula Aurora ada di sana. Saat memperbesar kapasitas kejelasan teropongnya, monyet astronot melihat sesosok wanita yang rambutnya terurai panjang. Akan tetapi, setelah sekian lama mengamati sosok itu, fokus monyet tidak berfokus pada wanita berambut panjang itu, tetapi lebih tertuju pada wanita di samping wanita berambut panjang itu.
Wanita yang berambut panjang itu adalah Aurora. Adapun wanita di samping Aurora adalah sahabat Aurora, jika dilihat lebih dekat, sahabat Aurora itu lebih cantik daripada Aurora. Namun, masalah kebaikannya, belum tentu mana yang lebih baik di antara mereka. saya sebagai teman aurora yang dikutuk menjadi buaya naga masih belum pernah diperkanalkan oleh Aurora.
Aku tidak bisa menceritakan alur cerita ini dengan baik, tetapi saya akan menceritakan apa yang saya ingat dari rentetan kisah yang saya ketahui sepanjang saya masih dalam kutukan putri Aurora yang baik itu. Sepanjang perkenalanku dengan Aurora, Aurora adalah sosok yang baik. Sayangnya, sikap baikknya terhadap orang lain tidak selalu mendapatkan balasan baik dari berbagai harapan yang ia inginkan. Di satu sisi, di memang suka mengutuk orang lain. Itu memang sisi lain Aurora yang tidak bisa diingkari.
Suatu ketika, si monyet yang makin penasaran dengan sosok wanita yang beradi di salah satu bintang di langit itu, yang tidak lain sebenarnya adalah penangkaran hewan milik Aurora, lalu si monyet mencari cari untuk bisa terbang ke langit. Di mengubungi teman-temannya di hutan belantara yang bisa terbang, mulai dari kupu-kupu, laron, merpati, merak, hingga raja wali, namun tidak satu pun diantar teman-temannya itu yang mampu mengajarinya untuk terbang ke langit sampai ke bintang yang ia tuju, semuanya hanya mampu terbang ke atas angin.
Di tengah keputusasaannya, si monyet menggunakan jalan terakhir, yaitu berdoa. Ia mengatahui perihal doa ialah ketika beberapa manusia sedang berkumpul, berkerumun, di bawah pohon besar sambil membacakan mantra-mantra yang sebenarnya ia tidak ketahui artinya. Ia hanya mampu melihat dari atas pohon tempat para manusia itu mempersembahkan sesajen dan membakar dupa.
Berhubung saat upacara para manusia di bawah pohon besar itu banyak buah-buahan yang dibawa manusia, di situ juga terlihat setandan pisang, maka tidak sulit bagi monyet untuk mengumpulkan buah-buahan karena urusan manjat memanjat itu sudah menjadi kebiasaannya setiap hari, apalgi pisang.
Monyet mengundang teman-temannya untuk berkumpul dan membantunya berdoa. Waktu itu sudah hari langit sudah diselimuti senja karena waktu untuk mengumpulkan berbagai jenis buahbuahan yang dibutuhkan monyet tidaklah sebentar, dari pagi sampai sore ia mondar mandir ke sana ke mari hanya untuk mengumpulkan buah-buahan dan temantemannya yang mendukung khayalannya.
“Ayo teman-teman, kita berdoa kepada langit atau orang-orang langit agar aku bisa terbang menuju ke langit dimana bintang-bintang yang aku tuju berada,” ungkap si monyet kepada teman-temannya.
Para monyet berbunyi sesuai dengan kapasitas suara masing-masing, mereka meloncat-loncat mengikuti irama pohon bambu yang berbunyi menderit karena terpaan angin, dan siuran dahan-dahan yang tak kalah nyaringnya waktu itu dari derikan pohon bambu.
“ya langit, ya langit, bawalah si monyet menuju langit! Ya langit, ya langit, bawalah si monyet ke bintang di langit! Ya langit, ya langit, kabulkan ya langit, ya langit, ya langit,” seru para monyet secara bersamaan.
Mereka berdoa sampai senja tak lagi terlihat, bintang-bintang bermunculan, dan di saat itulah Aurora terbang berupa cahaya biru memukai dari satu wilayah ke wilayah yang lain, tujuannya tidak lain adalah untuk mencari hewan-hewan langka yang akan ia letakkan ke penangkaran miliknya. Sampai akhirnya ia sampai pada gerombolan monyet yang sedang melaksanakan ritual itu.
Aurora tertarik kepada monyet yang berada di tengah-tengah gelombolan monyet itu yang saat itu sedang berharap dengan tulus untuk bisa terbang ke langit. Mengetahu keinginan monyet, sedikit terharu dan senang, ia memberikan monyet baju astronot dan satu buah roket yang sudah siap meluncur. Saat itulah, si monyet menjadi monyet asronot. Di tengah perjalanan Aurora banyak mengajak monyet becakap-cakap mengenai hal-hal yang sebenarnya tidak penting, si monyet perangainya agak dingin sehingga ia menjawab seperlunya saja.
“nyet, aku cantik gak?”
“hemm.”
“nyet, bicara dong, nyet. Aku baik gak nyet?
“iya baik,” jawab monyet dengan dingin.
Meskipun sikap monyet astronot dingin, lama kelamaan Aurora semakin suka kepada si Monyet.
“ini bisa jadi peliharaan terbaik gue, peliharaan gue yang paling gue sayangi,” gumam Aurora dalam hati.

(Gue lagi sakit, gak kuat duduk lebih lama lagi, bersambung saja ya!)


Sabtu, 6-4-2019


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Tarekat Qadiriyah

Pendidikan Sosial