Surat Cinta Kedua
Sri, ini adalah surat cinta keduaku untukmu. Yang pertama tak terbalaskan, maka aku harus coba lagi. Aku harus lebih tangguh daripada pemburu kuis berhadiah di berbagai produk makanan atau kebutuhan sehari-hari yang setelah digosok muncul kata optimis “coba lagi.” Saya lebih suka kalimat itu daripada “maaf, Anda belum beruntung,” meskipun nasib mendapatkanmu adalah untung-untungan.
Kemarin malam saya menginap di rumah teman, kami bicara panjang lebar mengenai pengalaman, pengetahuan, dan sastra. Saat itu pula aku diberi satu eks. Buku puisi berjudul Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain engkau. Dari sekian banyak puisi yang tertulis di dalamnya, terdapat sebuah puisi berjudul Mawar dan Cangkir. Beginilah larik puisinya:
Hari ini aku masuk kafe
Telah kuputuskan untuk melupakan hubungan kita
Dan mengubur segala kesedihan
Saat aku pesan secangkir kopi
Tiba-tiba kau muncul seperti mawar putih
Dari dasar kedalaman cangkirku.
Bagiku, puisi itu sungguh terlalu, terlalu indah tuk kenang, kata Yon Koeswoyo. Tahu gak ke Yon Koeswoyo atau lebih dikenal koes plus? Itu loh pencipta lagu “andaikan kau datang kembali, hidup apa yang ‘kan kau beri” tapi bagaimanapun saya gak mau kembali ke mantan. Haha. Saya tahu tak ada yang lucu, hanya saja saya ingin tertawa.
Pernah tahu kata-kata ini, “puisi berawal dari kesungguhan dan kerinduan hati yang mendalam serta berakhir pada kerendahan hati,” kalau orang lagi sangat rindu, biasanya melayang-layang gitu deh. Atau mengutuk diri, “mengapa aku harus rindu?”
Akan tetapi, Sri, saya kurang begitu peduli dengan yang namanya cinta-cintaan, kalau sudah saatnya, temen sendiri pun gue sabet, asal sama-sama sip. Bagaimana rekening dan kacamatamu, Sri, sudah ditangani? Soalnya saya tahu bagaimana rasanya kehilangan seperti itu, dulu tas saya tertinggal dan gak ada di tempat, sedangkan dalam tas saya ada ATM, KTP, dan beberapa barang berharga lainnya, tapi kalau nominal uangnya standar mahasiswa laah, nifiiss. Itu membuatku Andilau (antara dilema dan galau). Tapi akhirnya ketemu, tentunya saya sangat senang tiada tara tara tralala lala lalala.
Sri yang malang, Sri yang manis. Gini ya, Sri, kalau makanan saya tidak suka yang manis-manis dan suka yang pedas-pedas. Soalnya biar saya gak kagetan lagi kalau ada orang bicaranya pedes banget dan tidak bikin saya kencing manis saat lihat cewek manis, seperti kamu misalnya. Pokoknya tenang, semanis apapun dirimu, saya akan tetap memandang dalam ke dalam matamu.
Mungkin surat ini takkan sepanjang surat terdahulu dan kau takkan menemukan kalimat-kalimat aneh atau lucu atau haru kecuali dipertemukan oleh takdir, takdir menemukan kalimat seperti itu, itu seperti apa? Apa apaan sih! Sih, cewek manis eeee. Eh, jangan gitu dooong, odong-odong, kedongdong, enakan mana?
Ternyata Anu, Sri, ini jari-jari masih belum pengen berhenti, seneng kali ikut-ikutan nulis surat cinta untukmu. Tapi, mujurnya, si kedua mata ini sudah rada-rada ngambek, selalu ngajak merem. Kalau merem, bayangkan aku, bayangkan mataku, biar mataku dan matamu bisa bertemu di alamnya.
Selamat malam, Sri!
Kemarin malam saya menginap di rumah teman, kami bicara panjang lebar mengenai pengalaman, pengetahuan, dan sastra. Saat itu pula aku diberi satu eks. Buku puisi berjudul Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain engkau. Dari sekian banyak puisi yang tertulis di dalamnya, terdapat sebuah puisi berjudul Mawar dan Cangkir. Beginilah larik puisinya:
Hari ini aku masuk kafe
Telah kuputuskan untuk melupakan hubungan kita
Dan mengubur segala kesedihan
Saat aku pesan secangkir kopi
Tiba-tiba kau muncul seperti mawar putih
Dari dasar kedalaman cangkirku.
Bagiku, puisi itu sungguh terlalu, terlalu indah tuk kenang, kata Yon Koeswoyo. Tahu gak ke Yon Koeswoyo atau lebih dikenal koes plus? Itu loh pencipta lagu “andaikan kau datang kembali, hidup apa yang ‘kan kau beri” tapi bagaimanapun saya gak mau kembali ke mantan. Haha. Saya tahu tak ada yang lucu, hanya saja saya ingin tertawa.
Pernah tahu kata-kata ini, “puisi berawal dari kesungguhan dan kerinduan hati yang mendalam serta berakhir pada kerendahan hati,” kalau orang lagi sangat rindu, biasanya melayang-layang gitu deh. Atau mengutuk diri, “mengapa aku harus rindu?”
Akan tetapi, Sri, saya kurang begitu peduli dengan yang namanya cinta-cintaan, kalau sudah saatnya, temen sendiri pun gue sabet, asal sama-sama sip. Bagaimana rekening dan kacamatamu, Sri, sudah ditangani? Soalnya saya tahu bagaimana rasanya kehilangan seperti itu, dulu tas saya tertinggal dan gak ada di tempat, sedangkan dalam tas saya ada ATM, KTP, dan beberapa barang berharga lainnya, tapi kalau nominal uangnya standar mahasiswa laah, nifiiss. Itu membuatku Andilau (antara dilema dan galau). Tapi akhirnya ketemu, tentunya saya sangat senang tiada tara tara tralala lala lalala.
Sri yang malang, Sri yang manis. Gini ya, Sri, kalau makanan saya tidak suka yang manis-manis dan suka yang pedas-pedas. Soalnya biar saya gak kagetan lagi kalau ada orang bicaranya pedes banget dan tidak bikin saya kencing manis saat lihat cewek manis, seperti kamu misalnya. Pokoknya tenang, semanis apapun dirimu, saya akan tetap memandang dalam ke dalam matamu.
Mungkin surat ini takkan sepanjang surat terdahulu dan kau takkan menemukan kalimat-kalimat aneh atau lucu atau haru kecuali dipertemukan oleh takdir, takdir menemukan kalimat seperti itu, itu seperti apa? Apa apaan sih! Sih, cewek manis eeee. Eh, jangan gitu dooong, odong-odong, kedongdong, enakan mana?
Ternyata Anu, Sri, ini jari-jari masih belum pengen berhenti, seneng kali ikut-ikutan nulis surat cinta untukmu. Tapi, mujurnya, si kedua mata ini sudah rada-rada ngambek, selalu ngajak merem. Kalau merem, bayangkan aku, bayangkan mataku, biar mataku dan matamu bisa bertemu di alamnya.
Selamat malam, Sri!
Matamu itu selalu menang ya ketimbang menulis surat untuk sri. Ups
BalasHapusgak ngerti saya, Lestari. Lestarikan wajahku di matamu.
Hapus