Surat Cinta Keempat

Sri, apakah kamu sudah mendingan? Semoga kamu lekas sembuh, Sri. Kali ini mungkin aku masih bersikap egois. Ingin kamu lekas sembuh supaya bisa menemani malam-malamku yang sunyi, penuh kesunyian. Seandainya kesunyian adalah sebidang kaca, mungkin kamu adalah salah satu yang bisa memecahkan kaca itu. Bagaimanapun egoisnya aku, aku ingin kamu sembuh, bagaimanapun akhirnya hubungan kita.

Kamu sebenarnya sakit apa, Sri? Mengapa kau tak pernah memberitahukan apa penyakitmu padaku, meskipun telah berminggu-minggu kau tergeletak sendiri di kamar kosmu, tanpa orang tua, saudara, atau seseorang yang kau rindukan di sisimu. Aku hanya bisa bertanya lewat surat ini, Sri, bagaimana keadaanmu.

Sri, surat ini tak ‘kan lusuh hanya kau baca berulang-ulang, bahkan sampai ribuan kali sekalipun. Mau lusuh bagaimana, wong tidak pakai kertas, kecuali suatu saat surat ini menemukan nasibnya di atas kertas. Sekarang cukup dalam email. Surat-surat yang kukirimkan kepadamu, mungkin saja menjadi semacam obat, paling tidak bisa membuatmu sedikit terhibur.

Oh ya, saat ini saya lagi ada di gedung Inspektorat, sedang menunggu pak Inspektur sejak pukul 07.45. Saat saya tulis surat ini pukul 08.45, berati sudah satu jam. Jangankan menunggu kesembuhanmu, orang tak dikenal saja saya tunggu kok. He. Kamu lebih tahu arti menunggu daripada saya.

Kuatkan jiwamu, Sri! Aku tahu, yang sakit bukan hanya badanmu yang telah kau obati dengan segabuk obat-obatan. Aku mengerti, bahwa hatimu, jiwamu, jauh lebih sakit daripada itu. Kau memendam rindu yang kau sendiri tak mengerti, namun bagaimanapun “luka harus disembuhkan, rindu harus dituntaskan,” kata Sosiawan Leak.

Rinduuu, rindu serindu rindunyaa a a a aa begitu petikan lirik lagu asal Manusia itu, Negeri Malaysia, tetapi oleh teman-teman kadang dipelesetkan menjadi Malengsia karena sering ngaku-ngaku milik Indonesia, mulai mencaplok pulau sampai berbagai produk kebudayaan seperti Reog Ponorogo dan Angklung. Kamu sebenarnya maling juga sih, Sri. Kau telah mencuri perhatianku. Sedangkan aku berusaha mencuri hatimu, gak bisa-bisa. Pintunya rapeeet bener.

***

Kamis, 7 Maret 2019 20.08
Sri, ternyata ada yang cemburu dengan surat-surat yang kutuliskan untukmu, mungkin saja saya terlalu kePDan karena kadar kePDanku memang tinggi sejak dulu. Padahal ya Sri, kau hanya hidup dalam pikiranku dan dalam pikiranmu hidup orang lain selain diriku. Mungkin saja, lagi, Sri, dia ingin menjadi yang utama dan pertama dalam hidupku, baik lahir-batin-pikiran-khayalan. Akan tetapi, mau bagaimana lagi, selain aku tetap menulis surat untukmu.

Suatu saat akan saya tuliskan juga surat untuknya agar dia tahu aku juga peduli padanya, bukan bermaksud mengesampingkannya. Males juga bicara hal monoton seperti itu ya, gak seru. Bagi saya, cinta itu untuk membebaskan, bukan malah semakin mengungkung orang lain, sebagaimana aku bebas mencintai siapa saja dan siapa pun berhak menolak, tapi gak enak. Hehe. Meskipun cinta anugerah, tapi kalau ditolak bikin gerah.

Selamat malam, Sri, semoga air yang berjatuhan dari langit ini bisa menghanyut semua dukamu, laramu, sedihmu, walaupun mungkin masih tersisa kerinduan yang tak berkesudahan. Sakit dan rindu terkadang semakin menjadikan manusia semakin kuat, salah satu imam besar, Imam Abu Burdah apa ya, saya lupa namanya orang yang mengarang kasidah/syair Burdah yang legendaris itu.

Konon, katanya, sang imam sangat sakit parah karena kerinduan kepada Sang Nabi, dari kerinduan itulah lahir bait-bait syair yang begitu indah, mendalam, dan terus dibaca dan dikenang sampai saat ini. Demikian juga Sang Sufi besar, Jalaluddin Rumi, berawal dari kerinduan  kepada sang guru “kegilaannya” mulai bertambah sampai menjadikannya seorang “pencinta agung.”

Semoga kau kuat menahan rindu dan tabah melawan sakit! Selamat menikmati hidup, Sri !

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Tarekat Qadiriyah

Pendidikan Sosial