Surat Cinta Kelima

Hai, Sri! Apa kabar? Sudah lama aku tak berkirim surat untukmu. Aku sekarang ada di kamar mama, mama pindah ke kamar adikku, adikku tidur di depan televisi, kamarku ditempati pamanku. Kami semua pindah kamar sesuka hati. Bagiku, kamar mama lebih tertutup daripada kamarku, tidak ada fentilasi sama sekali, sedangkan di kamarku terdapat dua jendela, sinar lampu dari teras bisa menerobos masuk ke kamarku. Aku menemukan kesunyian yang kurindukan di kamar mama.

Aku ingin memelukmu, Sri, walau hanya sekali. Kamu memang perempuan setengah khayal untukku, namun aku takkan sungkan mengutarakan itu. Aku tahu kamu terdampar (didamparkan?), terhempas ke sebuah kota yang tak begitu akrab dengan tubuhmu, hanya akrab di telingamu.

Dekapan, pelukan ini aku harapkan supaya bisa menenangkan setiap gejolak kehidupan kita. Aku pikir, aku jauh lebih bahagia, senang, dan berkecukupan darimu, namun kamu memiliki yang tak kumiliki yaitu “penantian.” Itu anugerah, Sri. Kamu mampu berkomitmen dengan hatimu, aku sebaliknya.

Bagaimana keadaanmu di kota itu, Sri? Tetap kembangkan senyummu, seperti saat pertama kali kita bertemu di beranda kampus. Waktu itu kamu terlihat seperti perempuan periang, aku saja riang melihatmu. Heuheu.

When you say you love me, I don't have an answer for that. because to answer me I have to really make sure it's my heart,” katamu padaku.

Kamu tahu kan, Sri, aku tak pandai Bahasa Inggris, cuma terkadang aku mengerti apa yang orang lain bicarakan atau arti dari sebuah tulisan, tapi aku kesulitan untuk membalasnya. Aku pikir, aku harus bisa berbahasa Inggris passif maupun aktif, demi sebuah pertaruhan.

Sri, aku sudah lama tidak membaca novel pop, novel cinta-cintaan, kendati ada beberapa novel di rakku yang telah lama kubeli. Kisah romantis dalam novel hanya sebuah ilusi, aku akan berilusi.

Sri, sekali lagi, aku ingin memelukmu. Jika kau ingin memelukku, lenganku terbuka lebar, bahuku masih tegak untuk menahan dagu dan tangismu. Badanku memang kurus kerempeng, tapi hatiku tegar, kuat, sehat, dan bersahaja. Sangguplah menutupi lukamu. Hahaha

Aku kata mama “buaya darat” karena sering foto-foto dengan cewek cantik. Hihi. Mama tidak bangga kalau aku jadi buaya, sedangkan seorang putri yang bersedia memelihara seekor buaya sepertiku, putri itu dulu hidup dalam sangkar, sudah bebas. Ada seorang laki-laki yang membebaskannya.

Aku adalah buaya darat yang elegan, sebagai buaya darat kelas jepretan foto, aku harap kau tak terjerat olehku. Bahaya, Sri. Bahaya. Akan tetapi, siapa juga yang mau terjerat perangkap, kecuali mereka yang mau masuk jurang secara suka rela.

Dalam penutup surat ini, aku ingin menulis paragraf yang panjang, sepanjang penantianku pada seseorang. Katanya, “Kepastian adalah ketegasan.” Aku pernah tanya ke mama, “Kalau kedahuluan orang, ma?” Mama malah enteng menjawab, “Berarti itu bukan jodoh.” Haha. Mama. Semoga mamamu sehat sejahtera di seberang pulau sana, Sri. Nanti, aku bantu ngayal ya, nanti (saya ulangi nantinya) supaya seorang laki-laki pemberani yang siap merawat lukamu masih bisa cium tangan mertuanya, terus mamamu melihat senyummu lagi. Hahaha. Aku hanya ingin tertawa, Sri, tidak tahu apa yang mesti kutertawakan.

Kamar Mama, 17/12/2019 05. 32

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Tarekat Qadiriyah

Pendidikan Sosial