Surat Cinta Ketujuh (Cinta Platonik)
Sri, ini surat cinta kan! Berhubung ini surat cinta, aku hanya akan bahas tentang cinta-cintaan ke kamu. Kalau ada hal-hal lain yang mendesak, itu hanya selingan. Kita hanya bertemu sekali, tetapi itu sudah cukup menumbuhkan rasa rindu untukku. Rindu itu akan kurawat.
Kata orang, obat rindu hanyalah temu. Akan tetapi, ada orang karena saking enaknya merindukan seseorang, ia sangat menikmati rasa rindunya dan merawatnya. Bagaimana merawat rindu? Menahan atau mencegah pertemuan. Seandainya mereka bertemu, habislah rasa rindunya.
Anggaplah aku merindukanmu--meskipun memang begitu--seandainya aku mau, aku bisa menemuimu untuk menuntaskan rasa rinduku padamu, tetapi itu tidak aku lakukan karena aku ingin tetap menjaga rindu ini bersemayam dalam tubuhku.
Sri, itulah Cinta Platonik, sangat indah dalam bayangan—istilah filosofisnya hidup dalam alam idea ala Plato. Bagi orang sepertiku, rindu itu sangat mengasyikkan, kadang pula menyedihkan. Kadang, aku ingin bisa merindukan seseorang yang aku sukai, namun itu tidak terjadi. Aku juga berpikir, adakah orang yang benar-benar merinduiku?
Cinta dan Rindu sama gilanya. Seperti aku mencintai dan merinduimu, beb. Beb, ini kamu, beb. Bebeb, baby face, my baby. Kamu kayak baby-baby. Hahaha. Beb, ini rahasia kita. Wkwkwk.
Dua hal abstrak itu mampu mengobok-obok yang kongkrit, piring, gelas, buku, misalnya. Kata siapa tuh artis cantik, hmm, oh anu namanya, eh lupa lagi, siapa sih. Dian Sastrowardoyo, mumpung ingat langsung saya ketik. “Pecahkan saja gelasnya biar ramai,” katanya—itu adalah kutipan puisi karya M Aan Mansyur, penyair Makassar yang bikin klepek-klepek.
“Dirimu tidak pernah utuh. Sementara kesunyian adalah buah yang menolak dikupas. Jika kaucoba melepas kulitnya, hanya kau akan temukan kesunyian yang lebih besar.” (kutipan puisi “Pukul 4 Pagi” karya M Aan Mansyur.
Saya sangat suka puisi itu. Lengkapnya akan saya kirim besok pagi. Semoga engkau!
Dirimu memang tidak pernah utuh, Sri, hanya setengah khayal. Sri, Sri, Sri, aku tidak suka orang berbohong. Aku sangat kesal sekali apabila ada orang yang berbohong padaku, aku sendiri sulit berbohong. Suatu ketika aku terlanjur berkata terlalu jujur pada seorang teman, padahal masih bisa tidak aku ungkapkan. Aku sulit banget gitu, Sri, kalau berbohong. Kecuali masalah cinta-cintaan, siapapun boleh meragukan cintaku, bila belum terbukti. Duh, aku bahas cinta platonik ya?
Cinta platonik yang saya ceritakan benar adanya, Sri, sungguh. Aku sulit melupakan orang-orang yang pernah membohongiku. Aih, kok kembali ke itu lagi sih. Contoh orang penganut cinta itu, konon katanya, adalah Umbu Landu Paringgi, guru Cak Nun.
Ingin kubuatkan puisi untukmu, tapi kamu masih belum menguasai rinduku. Kalau kamu bisa menguasai diriku, kamu bebas mengambil kata-kata yang kau mau dariku. Sri, selamat merayakan hari-hari penuh kebebasan, ubah haluan rindumu. Tulis semua kata yang ingin kau ungkap. Lantunkan puisimu, Sri. Tulis dan lantunkan untukku!
Sri, aku merindukanmu! Salam rindu.
Kamar Penantian, 24 Desember 2019 23. 57 (post)
Kata orang, obat rindu hanyalah temu. Akan tetapi, ada orang karena saking enaknya merindukan seseorang, ia sangat menikmati rasa rindunya dan merawatnya. Bagaimana merawat rindu? Menahan atau mencegah pertemuan. Seandainya mereka bertemu, habislah rasa rindunya.
Anggaplah aku merindukanmu--meskipun memang begitu--seandainya aku mau, aku bisa menemuimu untuk menuntaskan rasa rinduku padamu, tetapi itu tidak aku lakukan karena aku ingin tetap menjaga rindu ini bersemayam dalam tubuhku.
Sri, itulah Cinta Platonik, sangat indah dalam bayangan—istilah filosofisnya hidup dalam alam idea ala Plato. Bagi orang sepertiku, rindu itu sangat mengasyikkan, kadang pula menyedihkan. Kadang, aku ingin bisa merindukan seseorang yang aku sukai, namun itu tidak terjadi. Aku juga berpikir, adakah orang yang benar-benar merinduiku?
Cinta dan Rindu sama gilanya. Seperti aku mencintai dan merinduimu, beb. Beb, ini kamu, beb. Bebeb, baby face, my baby. Kamu kayak baby-baby. Hahaha. Beb, ini rahasia kita. Wkwkwk.
Dua hal abstrak itu mampu mengobok-obok yang kongkrit, piring, gelas, buku, misalnya. Kata siapa tuh artis cantik, hmm, oh anu namanya, eh lupa lagi, siapa sih. Dian Sastrowardoyo, mumpung ingat langsung saya ketik. “Pecahkan saja gelasnya biar ramai,” katanya—itu adalah kutipan puisi karya M Aan Mansyur, penyair Makassar yang bikin klepek-klepek.
“Dirimu tidak pernah utuh. Sementara kesunyian adalah buah yang menolak dikupas. Jika kaucoba melepas kulitnya, hanya kau akan temukan kesunyian yang lebih besar.” (kutipan puisi “Pukul 4 Pagi” karya M Aan Mansyur.
Saya sangat suka puisi itu. Lengkapnya akan saya kirim besok pagi. Semoga engkau!
Dirimu memang tidak pernah utuh, Sri, hanya setengah khayal. Sri, Sri, Sri, aku tidak suka orang berbohong. Aku sangat kesal sekali apabila ada orang yang berbohong padaku, aku sendiri sulit berbohong. Suatu ketika aku terlanjur berkata terlalu jujur pada seorang teman, padahal masih bisa tidak aku ungkapkan. Aku sulit banget gitu, Sri, kalau berbohong. Kecuali masalah cinta-cintaan, siapapun boleh meragukan cintaku, bila belum terbukti. Duh, aku bahas cinta platonik ya?
Cinta platonik yang saya ceritakan benar adanya, Sri, sungguh. Aku sulit melupakan orang-orang yang pernah membohongiku. Aih, kok kembali ke itu lagi sih. Contoh orang penganut cinta itu, konon katanya, adalah Umbu Landu Paringgi, guru Cak Nun.
Ingin kubuatkan puisi untukmu, tapi kamu masih belum menguasai rinduku. Kalau kamu bisa menguasai diriku, kamu bebas mengambil kata-kata yang kau mau dariku. Sri, selamat merayakan hari-hari penuh kebebasan, ubah haluan rindumu. Tulis semua kata yang ingin kau ungkap. Lantunkan puisimu, Sri. Tulis dan lantunkan untukku!
Sri, aku merindukanmu! Salam rindu.
Kamar Penantian, 24 Desember 2019 23. 57 (post)
Komentar
Posting Komentar