Surat untuk Ariza
Hai, Ariza! Apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja di sana.
Ariza, kamu pernah bertanya padaku, "Apakah kamu serius padaku?" Aku bingung menjawab pertanyaan seperti ini.
Aku tahu, Za, laki-laki selalu ingin dipahami, perempuan selalu ingin dicintai. Aku tahu itu, aku tahu. Aku juga tahu kamu ingin kepastian.
Kita pernah duduk berdua di cafee, minum jus. Kamu yang bayar minumnya. Aku tersenyum saat menulis ini. Aku teringat senyummu yang tak habis-habis dalam ingatan. Ingatanku terlalu kuat untuk melupakan senyummu yang merekah.
Perempuan suka diperjuangkan, tapi aku tak suka memperjuangkan perempuan. Dalam pikiranku selalu terbersit, "cinta itu anugerah, akan datang kapan saja, dimana saja, tak perlu 'terlalu' berjuang untuk cinta." Begitu pun aku padamu, Ariza, rumusku hanya untung-untungan.
Sempat kukatakan pada mama perihal dirimu, jawabannya ya tetap seperti itu-itu saja dengan akhiran "terserah jodohnya."
Kamu pernah bercerita padaku, kamu mendengar mama bercerita 'terserah' perihal pasangan.
Ariza, kamu tetap yang rajin ya belajarnya, tidak perlu risau perihal asmara. Di antara kita pasti akan dipertemukan dengan orang yang terbaik, kalau kita bertemu lagi, berarti itu terbaik. Sebaliknya pun itu sudah yang terbaik juga. Santai saja pokoknya.
Aku akan tetap percaya sepenuhnya pada takdir.
Salam, Ariza!
Ariza, kamu pernah bertanya padaku, "Apakah kamu serius padaku?" Aku bingung menjawab pertanyaan seperti ini.
Aku tahu, Za, laki-laki selalu ingin dipahami, perempuan selalu ingin dicintai. Aku tahu itu, aku tahu. Aku juga tahu kamu ingin kepastian.
Kita pernah duduk berdua di cafee, minum jus. Kamu yang bayar minumnya. Aku tersenyum saat menulis ini. Aku teringat senyummu yang tak habis-habis dalam ingatan. Ingatanku terlalu kuat untuk melupakan senyummu yang merekah.
Perempuan suka diperjuangkan, tapi aku tak suka memperjuangkan perempuan. Dalam pikiranku selalu terbersit, "cinta itu anugerah, akan datang kapan saja, dimana saja, tak perlu 'terlalu' berjuang untuk cinta." Begitu pun aku padamu, Ariza, rumusku hanya untung-untungan.
Sempat kukatakan pada mama perihal dirimu, jawabannya ya tetap seperti itu-itu saja dengan akhiran "terserah jodohnya."
Kamu pernah bercerita padaku, kamu mendengar mama bercerita 'terserah' perihal pasangan.
Ariza, kamu tetap yang rajin ya belajarnya, tidak perlu risau perihal asmara. Di antara kita pasti akan dipertemukan dengan orang yang terbaik, kalau kita bertemu lagi, berarti itu terbaik. Sebaliknya pun itu sudah yang terbaik juga. Santai saja pokoknya.
Aku akan tetap percaya sepenuhnya pada takdir.
Salam, Ariza!
Komentar
Posting Komentar