Bakar Ikan

Hai, Sri

Sri, bakar ikan dan makan ikan bakar ramai-ramai adalah salah satu cita-citaku. Cita-cita tak harus tinggi, menjadi pilot misalnya. Mungkin cita-citaku yang ini kamu anggap terlalu mudah, suatu hal remeh yang bisa dilakukan kapan saja.

Cita-cita tertinggiku di dunia ini adalah hidup bersamamu hingga akhir hayat.

Saya melakukan bakar ikan bersama selama ini hanya dua kali. Pertama kali sudah bertahun-tahun lalu, mungkin tiga atau dua tahun lalu. Aku lupa. Kedua kalinya aku melakukannya kemarin (28/6/20) di Ambunten, di rumah Rahman bersama teman-teman angkatan organisasi. 

Aku beberapa kali gagal untuk bakar ikan bersama dengan teman-temanku, ada saja alasan.

Aku senang sekali. Ada banyak teman, makan ramai-ramai. Rahman baru saja datang dari batang, kami diundang ke rumahnya. Ia telah menyiapkan delapan ekor ikan tongkol sepanjang lengan sikuku tapi jauh lebih gemuk.

Capek mengipas bara dan bau asap arang seolah tidak ada apa-apanya bagiku. Kegembiraan ini tidak sebanding dengan semua itu. 

Aku tidak begitu menginginkan sesuatu yang mewah dalam pandangan kebanyakan orang, seumpama makan di restoran mahal atau tidur di hotel berbintang tentu saja tak akan menolak itu. 

Saat makan bersama, aku nyaris tidak menyentuh lauk lain selain ikan bakar. Nasi putih, sedikit sambal dan ikan bakar sudah cukup membuatku bergairah untuk makan. Goreng kentang baru saya ambil saat menit-menit terakhir.

Di bulan puasa kemarin, saya beli ikan bakar, rasanya enak. Saya gemar makan ikan tapi sensasinya tidak seindah saat makan di rumah Rahman. Ada kesenangan lebih dari sekadar makan ikan.

Sri, aku mendambakan bisa panggang ikan dan memakannya bersamamu, tentu saja. Saya bayangkan sensasinya akan lebih bermakna daripada dengan makan sekadar teman biasa atau sahabat. Kamu teman hidup (semoga!), teman hidup lebih dari sekadar sahabat.

Kemarin itu bertepatan dengan sampainya suratmu padaku. Aku baca suratmu yang hanya sebaris itu seusai makan. Aku tambah senang di waktu yang bersamaan.

Sampai di sini saya bingung,  mana lebih antara menyebut ikan bakar dan ikan panggang? Kalau dibakar, ikannya bisa gosong. Kalau gosong, gizi yang ada dalam ikan makin habis.

Kalau kita bakar ikan sebagaimana aku khayalkan, mungkin pula kota bisa bahas tentang ikan, anatomi ikan, kandungan gizinya, habitatnya.  Habitat ikan selalu dijadikan perumpamaan bukan, ia tetap tawar walau hidup di air asin.

I miss you,  Sri. 

Bulan ini tak ada hujan tapi Juni-ku penuh kenangan.

Sampai jumpa di kesempatan mendatang.

Tempat Tidur, Senin, 29 Juni 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Tarekat Qadiriyah

Pendidikan Sosial