Postingan

Pulau Surga

Gambar
Aku tiba di pelabuhan Bringsang, Gili Genting. Ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di pulau itu. Aku datang untuk liputan. Motor smash merah tahun 2006  ‘ku bawa menyeberang lautan. Selama ini, Pulau Gili Genting hanya sebuah khayal bagiku. Aku terobsesi untuk menjelajah dari pulau ke pulau, bukan dari dari luka ke perih. Aku menyusuri garis pantau, mengamati setiap gazebo, mencari seorang perempuan yang telah menungguku sejak pukul 09. 00, saat itu sudah pukul 10. 39 WIB. Aku telepon untuk memastikan keberadaannya. “I see you, terus ke arah barat,” katanya di seberang telepon. Ada seorang perempuan yang tak terlihat jelas wajahnya dadahdadah kepadaku di kejauhan, dalam sebuah warung yang tutup. Aku pikir, pasti dia. Pertemuan ini adalah pertemuanku dengannya untuk kedua kalinya. Ada seorang perempuan mengenakan masker berwarna biru di depannya, aku tanya, namanya Ifa. Nama temanku, Sri. Ia yang selalu hidup dalam khayalanku selama ini. Melihat dirinya, ak...

Bagaimana Kabarmu di Malang?

Hai, beb. Bagaiamana kabarmu di Malang? Sejak satu minggu terakhir saya menyibukkan diri untuk liputan, seolah sudah tak ada waktu lagi untuk menulis surat untukmu. Aku sengaja melakukan itu. Alasannya, aku tak begitu mengerti. Besok, Senin (27/01/2020), saya mau ke Pantai Sembilan, Gili Genting, sendirian. Liputan sekaligus jalan-jalan. Aku ingin ke kota dimana kamu ada saat ini. Jumpa denganmu sekaligus jalan-jalan. Mungkin hidupku masih kurang jalan-jalan, aku mau tuntaskan bersamamu. Resiko laki-laki yany selalu merayu cewek sepertiku, sulit dipercaya cewek. Aku dulu sengaja melakukan ini, biar para cewek tidak percaya padaku. Sekarang sudah berhasil, meski kuucapkan berulang-ulang padamu, kau tak percaya. Hahaha. Tadi editorku tanya, “yang banjir sudah ditulis?” Wawancara sudah ditranskip sebenarnya, Cuma belum selesai ditulis. Ada banyak timbunan wawancara/berita, tapi tidak saya tulis. Para editor di Jakarta lagi sibuk ngurusi salah satu rekan jurnalis mereka yang ditangk...

Pagi di As-Salam

Gambar
Hai Perempuanku, malam ini aku menginap di Kebun Konservasi As-Salam. Senang aku bisa melihatmu kemarin. Mungkin itu yang terakhir dalam minggu ini. Maaf, aku tak bisa menyapamu lebih baik dari itu. Aku mendapat ilmu banyak di sini, walau kadang aku ngantuk saat pematerian. Maklum lah, diburu rasa bosan. Di sini, aku tidak benar-benar sepi. Ada banyak kawan baru, ada suara alam, ada dirimu dalam ingatanku. Kamu sudah mau berangkat, yaa, selamat jalan, sampai jumpa pagi. Aku akan ke Pantai Sembilan, Gili Genting, hari Senin, Insyaallah. Agendaku jalan-jalan,  liputan, dan menemui Sri. Hahaha. Jangan cemburu dong, aku padamu. Wkwk. Aku sedikit masuk angin, sejak kemarin sebelumnya. Hari Rabu, saya liputan ke Pamekasan, Wisata Puncak Ratu dan TPA Angsana. Saat di jalan, aku melihat penambangan batu, aku foto, aku dipanggil-dipanggil oleh pekerja (aku kira begitu), lalu aku kabur. Sebenarnya bukan untuk diliput cuma untuk dokumentasi saja. Kembali ke acara, aku biasanya n...

Nikmatnya Rindu, Pedihnya Luka

Aku tidak ingin ditaklukkan perempuan. Aku ingin menaklukkan perempuan. Aku senang merindukanmu. Aku senang membayangkanmu menjelang tidur. Aku senang memikirkanmu. Aku senang mengingat tawamu versi “wkwkwkwk" di WA. Aku senang mengkhayalkan visualisasi teks chat denganmu. Aku senang sekali. Aku senang bisa menikmati rindu padamu. Aku senang merawat rindu ini untukmu. Aku ingin selalu merawatnya untukmu. Aku senang. Aku senang sebentar lagi akan bertemu denganmu. Aku senang akan bersamamu. Aku senang melihat senyummu. Aku senang. Aku akan sangat senang jika suatu saat bisa memelukmu. Aku senang bisa saling peluk. Aku senang pelukan. Aku senang meluk. Aku senang dipeluk. Aku senang pelukan hangat. Aku masih belum pernah dipeluk perempuan. Aku beberapa kali dipeluk teman-temanku  dari luar kota. Aku senang dipeluk, walau di jalan, stasiun, terminal, atau di tempat-tempat ada pelukan, tempat dimana tidak ada larangan untuk sebuah pelukan. Seharian aku mewawancarai  lima nara su...

Surat Pembantaian

Aku tak punya keris sesakti keris Mpu Gandring milik Ken Arok atau sekuat Pedang Naga Puspa milik Arya Kamandanu, tapi aku punya kata-kata serupa “Syair Berdarah" Arya Dwipangga. Aku tahu dan sadar, kata-kata tak cukup untuk menaklukkan Mei Shin seperti Kamandanu dan menaklukan Ken Dedes seperti Arok. Aku sadar itu. Aku ingin membantaimu dalam surat ini. Perempuan selalu merepotkan. Jika melakukan hal-hal baik pada perempuan, mereka sangka, laki-laki kerap kali dianggap menaruh hati. Perempuan bisa sekehendak hati memutuskan. Kalimat ini memang njlimet, sejlimet perempuan. Beberapa kisah di bawah ini hanya contoh. Suatu ketika aku bekerja di kantor, ngetik tulisan. Sebagai seorang kuli tinta waktu itu, saya dikejar deadline. DL jam 17. 00. Sekitar jam 15. 30, ada seorang teman perempuan minta bantuan untuk dicarikan buku. Kantor saya dekat toko buku, sekitar 400 meter. Saya sanggup, tidak banyak bicara (karena diburu DL) saya langsung berhenti ngetik, meluncur menggunakan m...

Semangat Kuda, Tenaga Ayam

Gambar
Simbol: lambang tidak terhingga versi mangkok dan sendok Saya pernah merasa bahwa saya seperti hewan itu (tapi saya bukan hewan) yang mempunyai semangat seperti kuda, tetapi tenagaku hanya sekuat tenaga ayam. Dasar, manusia lemah. Hahaha. Manusia memang lemah, tidak mempunyai daya atas kehidupannya sendiri. Pemahaman saya sudah khas orang “ kanan” tidak? Tadi siang saya membantu pembangunan rumah mertua kakak saya yang ganteng budiman (Pertanyaan: di kalimat ini yang ganteng kakak saya atau mertua kakak saya?), pas masih pagi menjelang siang, areal lututku terbentur beton (itu dulunya adalah gedung pendeng setinggi setengah meter), sakit, nyeri, sampai sekarang. Padahal hanya terbentur. Seperti “hanya” diriku padamu, beb, “hanya melihat, hanya mengagumi.” Persis di atas lutut kiriku bagian kiri lebang, ada warna birunya, yang pasti ini bukan darah biru. Aku bukan keturunan darah biru. Birunya cintaku padamu. Ah, rayuan pasaran. Tidak cukup sampai di situ, kaki kiriku (kalau ti...

Sekilas

Aku sangat mengantuk sekali, capek, lelah, tapi capek dan lelahku menyenangkan kali ini. Aku menikmati aktivitasku hari ini. Aku memaksakan diri untuk tidak tidur dan mencatat momen yang sangat berkesan hari ini. Aku bukan orang lemah yang perlu kamu tolong, tapi aku orang kuat yang akan memperjuangkanmu. Aku sampai ke rumah dari kampus waktu azan magrib. Sore tadi aku melihat batu pualam tersenyum, sekilas tapi cukup kukenang sepanjang usia. Bukan batu, itu wajah, bukan wajah batu atau wajah membatu, hanya saja wajahnya putih seperti batu pualam. Senyum itu, senyum yang pernah masuk dalam khayalanku, serupa lukisan sketsa, segurat wajah dan bibir yang tersenyum. Aku masih penasaran, tangan siapa tempo hari yang mengibas khayalanku tentang sketsa wajah itu. Sungguh, aku ingin membunuhnya. Aku ingin membunuhnya dengan timbunan surat, biar stres dia mengganggu ketenangan khayalanku. Aku melihat senyum itu memang sekilas, sekilas dalam khayalan, sekilas dalam kenyataan, abadi dala...