Perasan Terakhir
Kali ini aku berada dalam kengawuran yang nyata. Tidak percaya? Baca saja!
Ariza menghapus komentarnya sebelum sempat kubaca. Emila menyuguhkan janji, keinginannya yang harus selalu kutagih. Bi, kamu terbaik malam ini. Khafsiyah belum baca tulisanku yaa? Obik hanya “Wadidau", aku tidak tahu apa maksudmu. Sul paketannya lagi nipis, semoga cepat bisa tebal kembali yaa! Banyak yang bilang aku lagi nyari bini, payah kalian semua.
Aku memeras otakku sebisa mungkin, semakin kuperas, semakin banyak isinya (kata-kata yang terus berhimpun). Tidur tanpa pelukan tak asyik. Ra, bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar dedek yang itu tuh ra, dedekku. Hahaha. Perutku kayaknya mulai tidak beres, semoga diparingi kesehatan!
Pikiranku teringat ke Ari Lasso, Dewa 19, Elang, Kamulah satu-satunya, Kangen, Kirana, Roman Picisan, Arina Mirzani, sudah kosong, telur, mie goreng, terlalu berarti.
Aku inhim bernyanyi seperti di rumah. Mama, aku ingin pulang. Ada Nike Ardilla di kepalaku. Kamu cantik Nike, aku suka kalung hitam dan rambut pendekmu.
Tadi temenku dari Aceh buat berita foto. Fotonya bagus-bagus. Aku sering berlatih moto, namun selalu kurang memuaskan. Blay, jangan tantang aku. Aku capek buat laksanain, kalau gak dilaksanain seolah ada janji yang belum ditepati. Lihat, aku banyak ngawur malam ini.
Aku tahu seorang lesbian, cantik dia. Aku ingin pelukan malam ini, tapi bukan pelukan perempuan gila. Brengseeeek... tadi siang ada perempuan gila dekat-dekat kepadaku. Aku nyaris stres. Saat aku tidur telungkup , kepalanya tiba-tiba ada di samping bahuku, tangannya memegang lenganku.
Ini pengalamanku didekati cewek dengan cara tragis seperti ini. Sehari ini aku mengunjungi tiga dermaga. Saya jaga jarak, semoga gak terjangkit virus Corona.
Aku pengen pulang tadi siang jam 14. 00, tapi ayahku ngotot buat aku pulang besok pagi. Gak tahu dia, rasanya aku seperti di neraka (aslinya aku tidak tahu dan tidak mau tahu rasanya neraka). Aku tidak mandi seharian.
***
Tadi malam aku ketiduran saat tengah mengetik, ajaib nih kantuk memang, sekitar pukul 23 lebih.
Saat kutulis surat ini, aku berada si atas perahu menuju kampung halaman, meninggalkan perempuan gila yang tidak kuinginkan, satu-satunya perempuan yang kuinginkan hanyalah engkau. Aku suduk duduk di ujung depan perahu, ingin menikmati suasana laut yang tenang.
Hebatnya ya orang yang bikin perahu. Aku membayangkan, aku menaiki bahtera besar bersama orang-orang yang aku... aku... aku... maaf, aku tak bisa melanjutkan, terlalu berisiko.
Aku tidak tahu seberapa dalam laut, aku ingin tahu seberapa dalam cintamu padaku. Aku tidak tahu, berapa jarak antara pulau Gili Raja ke Pulau Madura, namun yang pasti kita harus terus melangkah menapaki kehidupan ini.
Laut memisahkan pulau dengan pulau, kita terpisahkan apa sehingga sampai saat ini tak bisa menyatu? Mungkin kita bisa menaklukkan laut, udara, dan daratan, namun kita (lebih tepatnya aku) tak mampu menaklukkan penghalang di antara kita, entah itu apa.
Hai, selamat pagi!
Tengah Laut, 28 Maret 2020 07. 41
Komentar
Posting Komentar