Maling Khas Madura


Oleh: Moh. Tamimi

Kamu masih ingat tidak, lagu Trio Macan, itu loh yang personelnya kayak macan beneran, bajunya, tentang maling. "Maling kau maling kau maling, jangan teriak maling, bila kau maling, jangan berisik." ingat kaan? yaelah, masah gak ingat, itu kan lagu yang sering kamu nyanyikan di kamar mandi sambil jingkrak-jingkrak.

Kira-kira, malingnya siapa yaa? orang Madura bukan ya? yang dicuri apa ya? kalau yang dicuri sapi, kemungkinan besar itu orang Madura. Akan tetapi, kalau yang dicuri adalah hati loe, yaa gue lah itu orangnya. Siapa lagi yang sok ganteng di sini kalau bukan gue, Tamimi ini. Toh gak orang lain di sini kucuali you and me.

Entar dulu, saya kok penasaran dengan maling itu ya? Kalau maling yang sering mencuri uang di senayan itu, saya gak mau tanya lagi, terlalu banyak vrooh. Kalau seandainya Khalifah Harun Ar-Rasyid bertanya lebih banyak mana antara bintang di langit dan ikan di lautan ke Abu Nawas, maka dalam konteks kekinian kira-kira begini pertanyaannya, "mana lebih banyak antara maling sapi di desa dengan maling uang di kota?" Seandainya saya Abu Nawas, maka saya tak akan ragu menjawab, "maling uang di Jakarta karena sudah ditangkap setiap hari tak habis-habis."

Menurut Saut Situmorang dalam akun Facebooknya yang diposting pada tanggal 25 Agustus 2017 jam 21.05, "koruptor adalah maling paling rendah salam hierarki maling. Lebih rendah malah dibanding maling jemuran." Sejauh sampai saat ini, saya sangat setuju dengan pernyataan Saut Situmorang ini. Ya iya lah, koruptor itu seperti ular berkepala tikus, kepalanya, dengan "giginya", berguna untuk menggigit loker uang sedangkan tubuhnya berguna untuk berkelit membebaskan diri dan melilit balik pengusiknya. Tentu beda doong dengan maling khas Madura. Para maling Madura gak pernah numpuk harta, jangan kira berprofesi maling itu membuat kaya dan bisa jalan-jalan keluar negeri. Lebih lengkapnya, ciri-ciri maling khas Madura, adalah sebagai berikut:

Memiliki integent sekelas FBI dan CIA
Para maling Madura takkan memaling sebelum tahu seluk beluk wilayah yang akan diinvasinya pada malam hari. Oleh karena itu, mereka menerjunkan para intelejennya untuk menggorek informasi wilayah tujuannya. Biasanya, para intelejen ini adalah orang dalam, warga sekitar yang menjadi sekutunya dalam blok maling.

Cinta Tanah Air
Sejahat-jahatnya maling Madura karena telah mencuri hak orang lain, mereka tetap cinta tanah air, buktinya, mereka tidak mencuri di wilayahnya/desanya sendiri, kecuali ditantang oleh tuan rumah. Mereka akan mencuri ke desa antah berantah yang terlebih dahulu disurvei, kondisi jalannya, bobot calon curiannya, dan siapa pemiliknya, serta dimana letaknya.
Apabila ada yang menghina tanah airnya, desanya, langkahi dulu mayatnya. Dia siap bertempur mati-matian. Mereka mah melakukan aksi nyata bukan hanya koar-koar di media.

Peduli sesama
Jangan kira para maling Madura ini beringas terus tak kenal ampun. Tidak. Mereka tetap peduli sesama, baik sesama maling maupun sesama manusia. Ketika pemilihan kepala desa, misalnya, merekalah pengaman tanpa pengangkatan dari pemerintah. Kalau cuman polisi, maju-mundur cantik untuk menghadapinya, toh meraka sudah kebal.
Mereka juga turut mengamankan desa. Jangan harap desa akan aman jika belum menggunakan jasa maling untuk mengamankannya. Mereka turut bertanggung jawab atas kehilangan di suatu desa yang menjadi tanggungannya dengan cara menelusuri para sindikat maling yang lain dan turut mencari barang yang hilang sampai ketemu. Ini sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai penanggung jawab dan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap sesama manusia.

Religius
Madura kental dengan pesantrennya, masyarakatnya yang religius, yang selalu melaksanakan tahlilan, muludan, barzanjian. Demikian juga dengan para maling, mereka tetap ikut tahlilan, muludan, dan barzanjian sebagaimana biasanya, memakai sarung, baju koko, dan songkok.
Satu lagi, sebelum beraksi, bahkan berbulan-bulan sebelumnya, mereka lebih dulu melakukan tapabrata untuk mengumpulkan tenaga dan kesaktian dalam mengantisipasi segala kemungkinan. Jangan kira mereka tidak melakukan ritual dan persiapan yang matang untuk hal ini. Bisa saja, puasanya, ngajinya, mereka lebih hebat dari kita-kita yang mengaku sebagai bukan maling.

Dunia permalingan dijadikan profesi
Beda dengan profesi-profesi lain, profesi maling ini tidak membuat kaya pelakunya karena memaling di sini cukup untuk hidup sederhana, kecuali bosnya. Meskipun demikian, sebagaimana profesi, di tengah-tengah masyarakat ia tetap dikenal sebagai maling, tetap takkan digebuk massa, secara gitu, orang Madura anti maenstrim. Akan tetapi, jika kepergok saat beraksi dan ketangkap basah, bersiap-siaplah bertemu malaikat Mungkar dan Nakir.

Demikian sebagian ciri-ciri maling khas Madura yang saya kira sudah mewakili secara keseluruhan. Apabila ada maling dengan ciri-ciri demikian, silahkan ditelusuri, apakah ia orang Madura. Akan tetapi, jika hanya sebagian dari ciri-ciri di atas, maka kemungkinan besar dia bukan orang Madura, seperti Setya Novanto.

Keterangan: Tulidan ini dimuat di Voila.id dengan judul "Semaling-malingnya maling Madura masih lebih maling maling Jakarta"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tarekat Qadiriyah

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Pendidikan Sosial