Bukan Penunggu Malam
Saya sempat berpikir bahwa orang biasa begadang itu keren, hal yang jarang saya lakukan.
Saat masih MA (madrasah aliyah) saya punya kebiasaan lekas tidur seusai solat isyak, kalau tidak saya menyalin buku untuk beberapa halaman. Dulu saya sering menulis ulang buku pelajaran bagian materinya, utamanya materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan Kimia. Saya menyalin buku SKI saat masih MTs dan Kimia saat MA. Saya senang melakukannya.
Kebiasaan menyalin ini sejak masih SD. Saat SD guru kelas selalu memberi tugas menulis ulang buku pelajaran dalam kelas, bukan PR. Kami sekelas biasa adu cepat, dengan menggunakan tulisan tegak bersambung.
“Bu, disambung atau tidak?” adalah pertanyaan yang kerap kami lontarkan saat tugas diberikan. Kami menulis, gurunya pergi ke kantor.
Saya sering menang adu cepat dengan teman-teman. Sayangnya, tulisan saya jelek sekali, tulisan (tida) tegak bersambung benar-benar seperti cacing kepanasan di tanah kering. Sulit orang lain membaca tulisan saya.
Saat masuk MTs, saya selalu diledek teman-teman (dalam artian tidak telalu negatif) dan guru karena tulisan saya jelek, salah terjelek dalam kelas. Bila ada teman lain mau menyalin/mencontoh catatan saya, dia akan kesulitan. Dari situlah aku berusaha belajar menulis dengan baik dan rapi dengan menyalin buku-buku pelajaran di rumah, saya berlatih menulis pelan dan bagus, begitu hati-hati untuk membiasakan jari-jari saya.
Sebagai anak pesantren (tapi tidak mondok) nyaris setiap malam saya menginap di masjid pesantren. Saat itu, itu adalah hal biasa, bahkan sebagai bentuk kepatuhan/anak rajin: maghrib-isya’ belajar ngaji, sesudah isya’ belajar mandiri/ikut kumpulan remas/tadarusan, subuh belajar ngaji lagi dan bersih-bersih (menyapu masjid dan halamannya).
Aktivitas malam saya sejak magrib-subuh seperti itu, begitu monoton, tidak banyak bergaul atau ngombrol dengan teman-teman. Sehabis isyak kalau tidak menulis, saya sering langsung tidur. Saya jadi mudah bangun sebelum subuh, saat kiai hanya berderham atau membunyikan sapu lidi, saya langsung terbangun, tak banyak sandiriwara menggerakkan melemaskan badan.
Siangnya, saya pun jarang mengantuk, bahkan bisa dihitung jari saya tidur di kelas.
Teman-teman saya beberapa kali merasani saya karena saya cepat tidur. Diajak kumpul-kumpul dan ngobrol, bahkan meski mau ditraktir.
Dulu saya meyakini, daripada melakukan hal tidak berguna di malam hari, lebih baik tidur. Saat saya mengenal dunia SMS, barulah mulai sedikit malam untuk tidur, tapi tetap tidak sampai larut. Saya selalu tak tahan begadang.
Dulu saya sering bikin sms random, kadang bikin cerita bersambung setiap malam, dikirim ke banyak kontak. Kadang kirim petuah-petuah orang bijak yang saya salin dari buku. Siapa yang balas, dia yang saya ladeni.
Saya pernah bikin cerita bersambung sampai 19 seri yang masih saya simpan sampai sekarang. Aku simpan di blog pribadi ini kalau tidak salah. Kadang ada yang benar-benar menunggu cerita saya, tanya pada saya kenapa malam itu tidak ada cerita masuk.
Kalau malam saya jadi anak yang tunduk, kalau siang jadi anak pembangkang. Saat siang saya sering kabur diam-diam untuk main dengan teman-teman. Ibu saya selalu menyuruh saya tidur, tapi tentu saja selalu menyelinap lewat pintu belakang. Kalimat andalanku, “Belajar sambil bermain.”
Beberapa tahun lalu saya punya pacar. Mungkin pacar saya selalu sibuk dengan tugas-tugas kampusnya. Suatu ketika saya mencoba menelponnya, tapi dia tengah sibuk, bisa kalau tengah malam saat mau istirahat. Saya yang tidak bisa.
Saya pikir, waktu itu saya hanya kagok, pengen menelpon dia supaya dianggap peduli padahal saya tak begitu menginginkan teleponan itu. Memang benar saya suka random teman saya suatu ketika, tapi itu jarang sekali, bisa sebulan sekali atau bahkan sampai berbulan-bulan sekali. Kami penikmat malam dengan cara yang sama sekali berbeda.
Perasaan kurang klop (bukan Jurgen Klop) semakin terasa. Putus. Perlakuan kami pada malam berbeda. Dia menunggu malam dengan aktivitaa, saya menunggu malam dengan tidur. Apakah sesederhana itu, sepertinya tidak, tapi saya tak ingin membahasnya lebih jauh.
Ketika saya tinggal di Malang, kota yang begitu sejuk, malam menjadi tempat yang begitu nyaman untuk tidur. Malam di kota yang gemerlap itu bagi saya terasa biasa saja, tetapi sangat menyukai cuacanya.
Jujur saja saya pernah “belajar” begadang biar terlihat keren dengan berbagai cara: membaca, menulis, nonton film, atau sekedar ngobrol dengan teman baik secara offline atau online. Alhasil, saya merasa tingkat konsentrasi saya sedikit menurun walau tingkat pengetahuan saya makin tinggi. Saya seolah dihadapkan pada pilihan-pilihan itu.
Baca buku kadang tulisannya terlihat lari-larian, kabur. Badan terasa kurang nyaman. Akhirnya saya harus berkompromi dengan tubuh saya, kalau tidak ada kerjaan genting atau mendesak, saya tidak begadang, mengerjakan semampunya. Capek, tidur.
Saya pernah menusuri di internet, apakah tidur panjang di malam hari adalah kebiasaan buruk? Ternyata tidak juga. Lama tidur berkualitas adalah 6-8 jam. Kalau saya mulai tidur dalam rentan waktu pukul 8-10 malam adalah waktu yang ideal, bangun subuh.
Saya mulai paham bahwa tidur malam, begadang, tidak keren terlalu keren juga. Ada yang tidak bisa cepat-cepat tidur karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Malam tak lagi puitis, apalagi bagi bukan penunggu malam seperti saya.
Kamar, 9 September 2024 21. 31
Komentar
Posting Komentar