Peri
Sepasang mata mengintip lalu lalang para petani hendak ke ladang. Sepasang mata peri itu berada di balik rimbun bambu, ia menyembunyikan tubuh mungilnya. Sayapnya tidak ia kekapkan, kakinya menginjak ruas batang bambu.
Ia bukan peri satu-satunya yang tinggal di balik rumpun bambu itu. Satu peri yang lain baru saja pergi, tinggal di tempat lain. Teman peri telah pergi dengan peri lain yang bermahkota raja.
Kini ia tinggal satu-satunya di sana. Ia selalu ragu untuk menampakkan dirinya. Ia takut seseorang akan menangkapnya saat ia sedang bermain-main di atas mahkota bunga. Ia suka bunga Dahlia.
Setiap pagi, peri kecil bergigi gingsul itu selalu memandangi Dahlia. Ia selalu ingin tidur dan terbang mengitari mahkota bunga kesukaannya. Hanya, ia tidak bisa terlalu lama bermain-main di atas bunga.
Terkadang ada anak kecil yang bermain-main di sekitar kebun bunga itu, tempat favorit sang pemilik sepasang mata yang tajam nan indah. Ia hanya melihat, sesekali menyentuhnya, terkadang minum sedikit embun yang menempel di putik Dahlia. Serbuk sari ia bayangkan seperi mutiara yang bertaburan dan berkilauan.
“Aku ingin bebas bermain-main dimanapun, tanpa sekat, walau terikat,” gumamnya dari balik bambu.
Ia selalu tersenyum sendiri, membayangkan dirinya berada di mana-mana, di sebuah tempat yang membuatnya merasa bahagia. Saat itu pula, gigi gingsulnya terlihat dari balik bibir merahnya. Giginya putih, bersih. Gingsung itu adalah bagian paling menarik dari peri kecil itu.
Sepasang mata lain yang kebetulan melihatnya saat tersenyum sendiri akan langsung tertuju ke sisi kanan bibirnya. Sungguh menawan.
Tak henti-henti ia selalu membayangkan sosok pangeran peri yang didambanya datang, membawa seikat bunga atau sebuah kitab dongeng dipersembahkan padanya. Dongeng tentang bunga-bunga, serangga, atau asal muasal bahasa alam, begitu ia suka.
Elips Sang Peri Bunga, begitu ia dijuluki.
Julukan itu dilekatkan kepadanya karena ia banyak memiliki koleksi bunga, Sekar Taji, Mawar Merah Darah, dan Dahlia adalah bunga-bunga yang paling ia suka. Ada kisah haru di balik bunga-bunga itu. Ia baca dongeng itu setiap pekan.
“Apa jalan hidupku akan seperti dongeng semata?” tanya Sang Peri Bunga pada dirinya sendiri.
Pengeran idamannya sudah ia miliki, mereka bertunangan. Di sisi lain, ikatan itu yang membuatnya tidak bisa terbang bebas di taman-taman sebelah, kecuali sekitar taman bunganya sendiri.
Pangeran yang dingin dan Sang Peri Bunga yang nyaris malang. Elips tidak tidak tahu harus mengartikan hidupnya saat ini sedang bahagia atau sedang berduka. Ia ingin marah dan meluk kekasihnya di atas mahkota bunga.
Ia ingin tetap tinggal di balik rumpun bambu, terus menatapi lalu-lalang dan bunga-bunga setiap hari, setiap pagi, dengan sapasang mata beningnya.
(bersambung)
Komentar
Posting Komentar