Surat Cinta Pertama

Sri, kutulis surat ini untuk kukirimkan untukmu. Akan tetapi, tujuan sebenarnya kepada siapa surat kumaksudkan, aku sendiri masih belum mengerti. Yang ingin kutulis adalah surat cinta, entah cinta karena apa dan kepada apa. Intinya, kuingin menulis surat cinta. Itu saja, Sri.

Ketika kau bilang mau menerima suratku dengan sukarela, melayang-layanglah aku. Tanpa sayap, aku seolah bisa terbang sebagaimana kupu-kupu, meskipun kecepatannya tak segesit burung ataupun capung. Ya, kayak kupu-kupu itulah, terbangnya ke atas ke bawah, kekapannya seolah tak seimbang, tertatih-tatih menuju mahkota bunga. Meskipun demikian, ia tetap berusaha dan hinggap di pucuk-pucuk bunga.

Sri, aku masih ingat apa yang kau katakan kepadaku mengapa kau gemar membaca membaca novel cinta-cintaan, katamu “agar tahu bahwa kisah percintaan tak seindah dalam novel.” Tahu jawaban seperti itu saya tersenyum simpul, walaupun saya tidak menggunakan simpul tali untuk mengikat, apalagi pakai simpul mati. Aku takut, entar gak bisa dibuka lagi. Itu kan gawat darurat.

Kamu lagi putus cinta ya, Sri? Apapun jawabanmu aku tak peduli, aku hanya ingin menyampaikan bahwa orang yang tidak pernah sakit hati itu seumpama rumah kosong yang tidak dihuni, ia akan hancur dengan sendirinya. Itu bukan kataku, Sri. Itu adalah intisari sebuah Hadits Nabi Muhammad yang pernah aku baca di koran saat menunggu sebuah kepastian.

Aku mau nulis surat cinta kan ya? Tapi kok malah jadi kayak gini sih. Aku juga bingung, Sri, ngalor ngidul kayak gini. Sri, Srilangka, Sirsak, Sissri, Srimulat, Sriatun, Sriiit. Kamu cantik, Sri. Haha. Sri, aku hanyalah seorang pembohong, penjagal kata-kata, hanya karena pernah dilukai satu kali, lalu balasnya berkali-kali. Maafkan aku, Sri, jika sebagai wanita kau merasa tidak terima bahwa aku mempunyai hobi merayu. Sungguh!

Orang sepertiku ini, Sri, sulit sekali jatuh cinta, sekali jatuh cinta langsung ngakar, sulit melepaskan apalagi merelakan. Tapi, bagaimana lagi, sudah terlanjur gitu. Mungkin itu salah satu cara Tuhan buat merawat hatiku ini agar tidak rusak tanpa pernah dipakai seumpama rumah kosong tadi. Aku pernah mencintai dan akhirnya harus merelakan. Oleh karena itu, itulah salah satu alasan mengapa suratku tidak jelas teruntuk siapa maksudnya. Kalau penerimanya, ya jelas kutulis khusus untukmu. Tidak begitu peduli kamu suka atau tidak, yang terpenting ada yang mau menerima suratku.

Sri yang baik, Sri yang sayu, Sri yang sendu. Terima kasih telah mau menerima suratku. Semacam surat cinta yang tidak diketahui cintanya. Sebenarnya aku ingin sekali menulis surat pakai tulisan tangan lalu dikirim lewat pos. Aku pernah mengkhayal, suatu saat, ketika aku tunangan, aku ingin menulis surat secara berkala kepada tunanganku, anggaplah satu bulan sekali. Dalam surat itu adalah potongan cerita yang kelak akan jadi novel. Kuingin menulisnya sampai hari pernikahan. Di khayalan tingkatan lebih tinggi, aku ingin saling membalas surat dengannya yang menyatukan persepsi tentang cerita tersebut. Alur cerita tergantung balasan kami berdua. Namun, itu hanya khayalan, Sri, kemungkinan  terjadinya lebih banyak terjadi di novel daripada di kehidupan nyata. Ya seperti katamu di atas itulah.

 Sri, aku hanya memperingatkan, hati-hatilah padaku, bisa saja kau adalah targetku selanjutnya. Aku tidak hanya sekadar seperti apa yang pernah kau lihat, Sri. Aku mungkin lebih dari apa yang kamu pikirkan. Atau mungkin tidak sama sekali. Tak terbayangkan. Bayang-bayang hanya manut pada matahari ataupun aku yang memendar dari suatu benda yang memancarkan cahaya.

Apa yang aku ingin tulis dengan apa yang aku tulis jauh lebih banyak. Kau harus tahu, Sri, benda yang diam terkadang menyimpan kisah yang jauh lebih banyak dari usia kita untuk mengungkap data dibaliknya. Beneran deh, Sri. Tetapi kuharap kau terdiam, walaupun terdiam, aku harap kau membalas suratku ini.

Aku sadar satu hal bahwa mensyukuri hidup lebih nikmat daripada mengutuk diri. Yang aku rasakan begitu, kalau kau tak percaya, terserah. Kita barus semangat terhadap segala hal, ini semacam nasehat untuk diriku sendiri. Haha. Kau tak ikut tertawa, Sri? Sudahlah abaikan, nanti kau dikira sudah gak waras. Whoever treasure freedom like a swallow has learn to fly. Bener ya Bahasa Inggris? Aku gak tahu, hanya sok sok-an buat cari muka di depanmu.

Sekian dulu suratku, Sri, ini cuma tes uji coba kalau-kalau khayalanku yang itu tuh benar-benar terjadi. Demikian apa yang dapat aku sampaikan, kurang lebihnya aku ucapkan terima kasih. Begitu kalimat penutup kalau teman-teman lagi pidato, khususnya di lomba. Tapi ini belum benar-benar berakhir. Banyak kata berserakan yang bisa dirangkai menjadi kalimat, paragraf, dan sepucuk surat untukmu.

Salam, Sri. Salam Surat Kertas! Salam sayang! Kau juga jomblo kan? Haha

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Manajerial Psikologikal Sistem (2)

Tarekat Qadiriyah

Pendidikan Sosial